Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menerapkan banyak strategi dalam mencapai penerimaan pajak yang optimal. Lewat digitalisasi layanan, Ditjen Pajak terus mengejar penerimaan meski pandemi virus corona menghambat ekonomi.
Salah satunya melalui layanan click, call, counter atau 3C. Click adalah setiap kegiatan pelayanan perpajakan yang dilakukan secara otomatis melalui mesin baik melalui situs web, aplikasi mobil, atau layanan lainnya tanpa melalui bantuan petugas pajak.
Call adalah setiap kegiatan pelayanan perpajakan yang dapat dilakukan melalui situs web, aplikasi mobil, telepon ke pusat kontak (contact center), ataupun layanan lainnya yang dilakukan secara semi-otomatis dengan bantuan pusat kontak sebagai pendukung layanan (back office).
Sedangkan Counter adalah setiap kegiatan pelayanan perpajakan yang dilakukan secara manual melalui Kantor Pelayanan Pajak maupun Kantor Wilayah DJP.
3C adalah perwujudan digitalisasi seluruh layanan DJP agar mudah diakses oleh wajib pajak melalui situs web dan telepon sehingga wajib pajak datang ke kantor pajak jika memang layanan tidak bisa tertangani melalui keduanya.
Otoritas pajak mengklaim, 3C akan menghemat waktu, biaya, dan tenaga bagi wajib pajak dan Ditjen Pajak.
Baca Juga: Hingga November, penerimaan negara baru capai 83,7% dari target akhir tahun
“Penerapan 3C ini dilatarbelakangi kondisi sebagian besar layanan DJP saat ini yang belum ada di situs web dan aplikasi mobil,” dikutip dalam dokumen laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Periode November 2020, Rabu (23/12).
Lebih lanjut, akan ada 132 layanan DJP yang terus dan akan digitalisasi sejak 2019 sampai 2024 nanti. Rinciannya terdiri dari 59 layanan otomatis, 50 layanan dengan dukungan pusat kontak, serta 32 layanan yang menggunakan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) maupun Kantor Wilayah (Kanwil) DJP sebagai pendukung layanannya.
Perkembangan terakhir, sampai dengan akhir 2020 ini terdapat 46 layanan yang sudah terdigitalisasi dan semuanya merupakan layanan yang terotomatisasi secara penuh tanpa ada campur tangan petugas pajak.
Kemenkeu mengemukakan telah menyusun lini masa program kerja 3C dari tahun ke tahun. Di antaranya penerapan teknologi voice biometrics untuk keamanan dan kerahasiaan data wajib pajak. Teknologi ini merupakan teknologi canggih untuk memudahkan proses autentikasi suara dalam panggilan telepon.
Di tahun terakhir, yakni pada 2024 nanti seluruh layanan DJP akan bertumpu pada sistem otomatis dengan pusat kontak sebagai pendukung layanan. Kemenkeu mengisyaratkan setidaknya ada manfaat manfaat digitalisasi layanan DJP selain efektivitas dan efisiensi.
Pertama, pengembangannya disesuaikan dengan kebutuhan proses bisnis pelayanan di DJP serta mengikuti perkembangan teknologi.
Kedua, biaya pengembangan awal yang lebih dapat direalisasikan dan memaksimalkan teknologi perpajakan terkini melalui sinkronisasi dengan Core Tax Administration System (CTAS).
Kementerian Keuangan telah membentuk Tim Pelaksana Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan yang salah satu tugasnya adalah mengadakan sistem informasi DJP yang baru dan andal untuk menggantikan sistem informasi yang dimiliki DJP saat ini dan telah usang.
Ketiga, implementasi digitalisasi layanan dapat dilakukan dalam jangka waktu yang?lebih cepat dengan mengedepankan efisiensi biaya pada organisasi dan pengguna layanan.
Baca Juga: Penerimaan cukai tumbuh 8,36% disokong cukai rokok
Keempat, meningkatkan kepuasan pengguna layanan perpajakan, kepatuhan wajib pajak, dan menyederhanakan administrasi perpajakan.
Kelima, memberikan keseragaman kebijakan pelayanan perpajakan memudahkan pengawasan penyelesaian permohonan wajib pajak, dan memberikan pilihan kepada pengguna layanan dalam kondisi tertentu.
Sebagai catatan, data APBN 2020 menunjukkan hingga akhir November realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 925,3 triliun. Angkat tersebut baru mencapai 76,8% dari target yang akhir tahun sebagaimana diamatkan dalam Perpres 72/2020 sebesar Rp 1.198,8 triliun.
Secara rinci, komponen penerimaan pajak penghasilan (PPh) migas hingga November 2020 sebesar Rp 29,2 triliun, kontraksi hingga 44,8% dibandingkan realisasi di periode sama tahun lalu senilai Rp 52,8 triliun. Sementara, pajak non-migas sepanjang Januari-November 2020 realisasinya sebesar Rp 896,2 triliun, tumbuh minus 17,3% year on year (yoy).
Selanjutnya: PPh orang pribadi (OP) hingga akhir November tumbuh 1,71% year on year
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News