Sumber: Antara | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Kejaksaan Agung (Kejagung) menanyai sejumlah saksi dalam dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile 8. Para saksi ini ditanyai seputar besaran transaksi perdagangan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut.
"Selain itu, ditanyai pula soal kebenaran atas ada atau tidaknya proses serta mekanisme penempatan dana yang berasal dari PT Mobile 8 Telecom sejumlah Rp 80 miliar kepada PT Djaya Nusantara Komunikasi melalui PT TDM Aset Manajemen dan Pasar Modal untuk pembelian voucher milik perusahaan itu," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Amir Yanto, Kamis (18/2).
Dalam pemeriksaan yang dilakukan penyidik JAM Pidsus pada Rabu (17/2), sebanyak enam saksi diperiksa, yakni, Rino (Direktur PT Pandu Siwi Sentosa), Rudy Anwar (Direktur Utama PT Hitelnet Nusantara), Djie Djoni Muhadi (Direktur Utama PT Visi Nusantara Pratama), Dicky Dewanto Asmoro (Direktur Utama PT Wira Pamungkas Pariwara).
Namun menurut pakar hukum pidana dari Universitas Parahyangan, Bandung Agustinus Pohan, banyaknya saksi yang dipanggil dan diperiksa oleh Kejagung belum tentu tepat sasaran.
Dalam banyak kasus, kata dia, jaksa maupun polisi dalam memeriksa seseorang seringkali dirasakan sebagai pemaksaan karena si terperiksa tidak berkait dengan kasus tersebut.
"Itu bukan terjadi bukan hanya di kasus Mobile 8 saja, sering terjadi juga dilakukan kejaksaan dan polisi,” kata Agustinus Pohan.
Menurutnya, kasus Mobile 8 lebih bernuansa politis ketimbang penegakan hukum karena Jaksa Agung Prasetyo yang berasal dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan Hary Tanoesoedibyo sebagai pendiri Partai Persatuan Indonesia (Perindo) yang dahulu adalah satu tim dengan Surya Paloh, pendiri Partai Nasdem. Apalagi dalam survei terakhir yang dilakukan CSIS, peringkat Perindo sudah mengungguli Nasdem.
Pengamat hukum Martin Pongrekun menilai lantaran ada nuansa politis yang kuat membuat penyidikan restitusi pajak Mobile 8 maka terkesan dipaksakan karena jika sudah ada ketetapan dari Ditjen Pajak bahwa restitusi pajak Mobile 8 tidak bermasalah, maka fakta itu yang harus dipakai oleh kejaksaan.
"Kalau sudah ada ketetapan dari Ditjen Pajak, ya, sudah tidak usah dipermasalahkan. Ditjen Pajak lah yang berwenang menentukan bermasalah atau tidak," katanya.
Justru, jika memang restitusi dipermasalahkan, maka harus ditanya juga Dirjen Pajak yang mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKP-LB).
Martin menjelaskan setiap wajib pajak berhak mengajukan restitusi. Dan soal restitusi ini, tidak hanya satu dua perusahaan saja yang mengajukan. Itu belum lagi ada restitusi bea. "Jadi harus dilihat juga masalah di restitusi yang lain," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News