Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemeriksaan dugaan penipuan restitusi pajak oleh PT Mobile 8 Telecom di Kejaksaan Agung terus bergulir. Kali ini, kejaksaan mencegah bos perusahaan rekanan dalam kasus ini bepergian ke luar negeri, yaitu Direktur Utama PT Djaya Nusantara, Harry Jaya.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah menjelaskan, Harry Jaya berperan sebagai pihak yang mengatur pengeksekusian uang.
"Dia tahu kemana uang mengalir dalam Mobile 8," katanya di DPR, Selasa (19/1).
Tidak puas dengan melakukan pencegahan, Kejaksaan juga masih terus melakukan penyidikan untuk mengungkap siapa pemeran utama atau pemberi instruksi untuk diadakannya faktur fiktif tersebut.
Tak ketinggalan, Kejaksaan juga akan memanggil bos MNC Group Harry Tanoesoedibjo, sebagai mantan pemilik Mobile 8.
Jampidsus Arminsyah mengatakan, pemeriksaan Harry Tanoe bakal dilakukan setelah pemeriksaan seluruh komisaris perusahaan terkait usai.
Namun, sampai saat ini, dia mengaku, tidak ada komisaris Mobile 8 periode 2007-2009 yang memenuhi panggilan Kejaksaan Agung. Beberapa Komisaris yang dipanggil adalah Mohammad Sulaieman Hidayat dan Agum Gumelar.
Sekadar mengingatkan, kasus restitusi pajak PT Mobile 8 ini sudah masuk dalam tahap penyidikan. Namun, Kejaksaan Agung belum juga menetapkan tersangka.
Dalam catatan Kejaksaan, Mobile 8 memulai kasus ini dalam proyek pengadaan ponsel plus pulsa dengan nilai transaksi Rp 80 miliar. Dalam proyek ini, perusahaan milik Hary Tanoesoedibjo tersebut menunjuk PT Djaya Nusantara Komunikasi sebagai distributor pengadaan.
Desember 2007, PT Mobile 8 mentransfer dana kepada PT Djaya NUsantara Komunikasi sebesar Rp 80 miliar yang dilakukan dalam dua tahap pertama Rp 50 miliar dan sisanya Rp 30 miliar. Pada pertengahan tahun 2008,PT Djaya Nusantara Komunikasi menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 dengan nilai sekitar Rp 114 miliar.
Diduga, faktur tersebut diterbitkan agar seolah-olah terjadi transaksi antara kedua perusahaan. Kemudian, faktur tersebut digunakan PT Mobile 8 untuk mengajukan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada negara. Alhasil, perusahaan menerima pembayaran restitusi sebesar Rp 10 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News