Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penguatan dollar AS membuat cemas perajin tahu dan tempe nasional. Pasalnya kebutuhan kedelai perajin tahu tempe sebanyak 2 juta ton hampir seluruhnya dipenuhi impor dari Amerika Serikat.
Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) Aip Syariffuddin mengatakan, kalau kurs rupiah di kisaran Rp 14.500, harga kedelai di tingkat importir telah mencapai Rp 7.000 per kilogram (kg). Padahal sebelumnya dihargai Rp 6.750 per kg.
"Dengan kenaikan itu kami masih bisa bertahan, tapi bila rupiah mencapai Rp 15.000 maka kenaikan hampir 10% dan kami baru tidak akan tahan," tandasnya saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (13/7). Bila hal tersebut terjadi, Aip melihat opsi yang bisa dilakukan perajin tahu tempe adalah menaikkan harga jual produk mereka.
Aip melanjutkan, harga kedelai AS untungnya relatif stabil, sama halnya dengan harga kedelai dari Brasil, Uruguay, Argentina dan Kanada yang menjadi alternatif importir. Saat ini, impor kedelai dari AS mencapai porsi 60% dari keseluruhan stok kedelai impor.
Mengutip bloomberg, harga kedelai atau soybean bursa Chicago Board of Trade dihargai US$ 841,75 per gantang, Jumat (13/7). Dari awal tahun ini, harga kedelai berfluktuasi cukup tajam dimulai dari US$ 964,75 per gantang dan sempat mencapai titik tertinggi seharga US$ 1.077,5 per gantang pada Maret 2018.
Untungnya, tarif bea masuk kedelai impor dikenai 0%. Namun keadaan bisa berbalik arah bila terjadi perubahan pada keringanan bea masuk tersebut.
Ketua Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) Yusan menyatakan hal serupa. "Tarif impor kedelai saat ini masih 0%, kalau dinaikkan akan berdampak pada harga jual produk olahan dalam negeri bakal makin tinggi," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News