Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan dukungannya terkait global minum tax yang diajukan oleh pemerintah Amerika Serikat. Menurut Sri Mulyani, cara ini bisa mencegah penghindaran pajak yang lazim dilakukan oleh perusahaan multinational.
“Maka usaha semua negara harus secara global, karena kalau tidak global maka akan ada 1 negara/yurisdiksi ambil advantage tidak ikuti norma. Kalau AS dan negara-negara dalam OECD semua ikut, akan berdampak positif, adil, dan pasti,” kata Menkeu saat Konferensi Pers Realissi APBN, Kamis (22/4).
Dalam praktiknya penghindaran pajak akan merugikan penerimaan negara. Tax Justice International dalam laporan The State of Tax Justice mengungkap potensi penghindaran pajak korporasi di Indonesia mencapai US$ 4,78 miliar atau sekitar Rp 69,31 triliun (kurs rupiah Rp 14.500) dalam setahun.
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Bawono Kristiaji, menilai pernyataan Menkeu tersebut tepat. Sebab global minimum tax merupakan bagian dari pilar kedua proposal pajak digital yang lebih menekankan upaya mencegah praktik base erosion.
Baca Juga: Airlangga Hartarto sebut insentif ongkos kirim juga ditanggung e-commerce
Gagasannya ialah untuk memastikan adanya tarif pajak efektif minimum yang dibayar oleh setiap perusahaan multinasional dari seluruh tempat beroperasi. Jadi dengan tarif pajak efektif minimum tersebut, Bawono mengatakan keputusan untuk melakukan kegiatan di negara lain tidak terlalu dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tarif pajak.
“Dengan demikian, praktik penghindaran pajak -semisal mengalihkan laba ke negara dengan tarif PPh badan rendah akan dapat dikurangi,” kata Bawono kepada Kontan.co.id, Jumat (23/4).
Secara umum, Bawono menyampaikan ide itu tentu akan menjamin penerimaan pajak yang lebih baik serta dapat mendorong perusahaan multinasional untuk melakukan kegiatan ekonomi yang lebih substantif di lokasi operasionalnya.
Baca Juga: Menkeu sebut potensi ekonomi digital Indonesia bisa mencapai US$ 124 miliar