Reporter: Siti Masitoh | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Chief Economist Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya Indrastomo menilai, kebijakan fiskal agresif yang ditempuh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akan membawa sejumlah dampak jangka pendek yang signifikan bagi sektor keuangan dan perekonomian.
Misalnya saja, injeksi likuiditas melalui Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang ditempatkan ke bank-bank pelat merah dengan total Rp 200 triliun, dinilai akan menurunkan cost of fund alias biaya dana perbankan lebih cepat.
“Dalam hitungan beban biaya yang ditransmisikan ke kredit atau pembiayaan, perbankan akan lebih sehat secara margin,” tutur Banjaran kepada Kontan, Senin (15/9/2025).
Ia melihat selama ini, ketidakcocokan memang kerap terjadi ketika Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan, namun biaya dana bank tidak serta-merta turun. Sebaliknya, bunga kredit consumer yang menjadi motor pertumbuhan sudah lebih dahulu turun. Dengan tambahan likuiditas, Banjaran meyakini tekanan ketidakcocokan tersebut bisa berkurang.
Baca Juga: Menkeu Purbaya: Suntikan Dana Rp 200 Triliun ke Himbara Bisa untuk Kopdes Merah Putih
Banjaran menambahkan, imbal hasil surat utang pemerintah masih akan dipengaruhi oleh interest rate differential atau perbedaan suku bunga dibandingkan negara peers di kawasan emerging market maupun ASEAN. Posisi Indonesia dinilai masih cukup tinggi.
Menurutnya, seiring penurunan BI rate, yield obligasi akan ikut turun sehingga mendorong rekalibrasi portofolio ke tenor lebih panjang. Hal ini diyakini akan memperbaiki kurva imbal hasil (yield curve) Indonesia yang sempat mengalami inversi, di mana obligasi jangka pendek lebih menarik ketimbang jangka panjang.
“Credit Default Swap (CDS) Indonesia lebih dipengaruhi faktor defisit fiskal. Karena ekonomi kita sifatnya fiskal-driven, maka langkah Kemenkeu punya pengaruh besar,” terang Banjaran.
Menariknya, lanjut Banjaran, strategi yang diambil Purbaya bisa dibandingkan dengan program Troubled Asset Relief Program (TARP) era Hank Paulson di Amerika Serikat (AS). Kala itu, Departemen Keuangan AS memberikan likuiditas untuk menopang sektor keuangan yang kehilangan kepercayaan pasca-krisis Lehman Brothers.
Namun, konteks Indonesia berbeda. “Saat ini isu kita bukan likuiditas, melainkan bagaimana meningkatkan permintaan pembiayaan produktif. Dunia usaha masih terus mencari peluang ekspansi,” jelas Banjaran.
Dalam kerangka itu, maka SAL berperan sebagai bumper likuiditas. Besarannya, lanjut Banjaran, tidak ada rumus baku, tetapi biasanya berkisar 1%–3% dari PDB, tergantung pada tingkat volatilitas dan ketidakpastian. Sebab, semakin tinggi ketidakpastian, peran SAL sebagai shock breaker makin besar.
Baca Juga: Bank Himbara Dapat Suntikan Rp 200 Triliun, Kadin Ungkap Sektor Paling Butuh Kredit
Persepsi Asing
Pasca Banjaran dilantik, terjadi pergerakan antara Credit Default Swap (CDS) dan indikator aliran modal lainnya yang tak selaras.
Selama periode 8 hingga 11 September terjadi capital outflow Rp 13,24 triliun. Meski dana asing keluar, permi risiko investasi justru tercatat turun. Terlihat dari CDS lima tahun per 11 september 2025 yang mencapai 69,04 bps, turun dari 4 September 2025 sebesar 69,55 bps.
Meski demikian, Banjaran melihat hal tersebut wajar. “Sama pandnagan jangka panjang surat berharga masih tinggi, absorb off shore. Demand tinggi harga naik yield turun, juga sejalan turun BI-ate, masih ada potensi sekali lagi,”ungkapnya.
Selain itu, ia melihat, penurunan CDS lima tahun ke level 69 bps mencerminkan bahwa persepsi risiko jangka menengah-panjang terhadap Indonesia masih cukup terjaga. Hal ini didukung oleh fundamental makro yang solid, seperti defisit fiskal yang terkendali, cadangan devisa yang tetap tinggi, dan rasio utang terhadap PDB yang masih terjaga.
Baca Juga: Guyuran Dana Rp 200 Triliun ke Bank Himbara Dinilai Tak Menjawab Persoalan
Namun, di sisi lain, asing mencatat net sell sebesar Rp 13,24 triliun di pasar saham dan Surat Berharga Negara (SBN), disertai hasil lelang yang menunjukkan peningkatan premi risiko. Ini lebih banyak dipengaruhi oleh sentimen negatif jangka pendek, akibat ketidakpastian dan dinamika kondisi politik dalam negeri di akhir-akhir ini.
Banjaran menjelaskan, tekanan terhadap aliran dana tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga negara emerging market seiring dengan rilis data China yang di bawah ekspektasi, serta potensi risk-on investor di negara advanced market seiring dengan peluang pemangkasan Fed Fund Rate di pekan ini.
Meski demikian, ia menekankan kewaspadaan tetap diperlukan terhadap utang luar negeri (ULN) swasta yang sensitif terhadap volatilitas nilai tukar maupun arus modal jangka pendek.
Di tengah kondisi itu, pemerintah menyiapkan paket stimulus ekonomi yang dibahas Presiden bersama Menkeu dan jajaran menteri terkait. Rencana stimulus mencakup perluasan insentif pajak penghasilan ditanggung pemerintah (PPh DTP) ke berbagai sektor, bantuan pangan, jaminan ketenagakerjaan (kecelakaan kerja, kehilangan pekerjaan, jaminan kematian untuk pekerja lepas), fasilitas pembiayaan perumahan, hingga bantuan tunai langsung.
“Langkah ini diharapkan dapat menjaga daya beli, mendukung konsumsi rumah tangga, dan mengurangi tekanan eksternal sehingga stabilitas makro tetap terjaga meskipun terjadi gejolak pasar,” ungkapnya.
Sejalan dengan itu, investor di pasar fixed income dinilai masih mencermati kebijakan-kebijakan yang akan diimplementasikan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, jika sejumlah sentimen positif, seperti pengumuman paket stimulus ekonomi segera dilaksanakan, maka keyakinan investor untuk kembali masuk ke Indonesia meningkat dan mempengaruhi permintaan instrumen fixed income dalam negeri.
Sementara itu, pada akhir suku bung SBN 10 tahun diperkirakan bisa turun ke 6% bawah, di bawah yield sekarang 6,33%.
Baca Juga: APINDO: Guyuran Rp 200 Triliun ke Bank Himbara Perlu Diikuti Penurunan Bunga Kredit
Selanjutnya: Ekonom Bank Permata Prediksi BI Bakal Tahan Suku Bunga di 5% pada RDG September 2025
Menarik Dibaca: Turunkan Berat Badan Tanpa Diet Ekstrem, Ini Tips Sehatnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News