kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.606.000   15.000   0,94%
  • USD/IDR 16.290   50,00   0,31%
  • IDX 7.257   75,31   1,05%
  • KOMPAS100 1.072   13,85   1,31%
  • LQ45 846   11,73   1,41%
  • ISSI 216   3,00   1,41%
  • IDX30 435   5,37   1,25%
  • IDXHIDIV20 520   7,40   1,44%
  • IDX80 122   1,62   1,34%
  • IDXV30 124   0,62   0,50%
  • IDXQ30 143   2,07   1,47%

Kapasitas Berutang Menyusut, Prabowo Hadapi Tantangan Fiskal Cukup Berat


Rabu, 22 Januari 2025 / 14:06 WIB
Kapasitas Berutang Menyusut, Prabowo Hadapi Tantangan Fiskal Cukup Berat
ILUSTRASI. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/tom. Kapasitas pemerintah untuk menambah utang semakin menipis, menjadi perhatian utama dalam pengelolaan fiskal di bawah kepemimpinan Prabowo.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID-JAKARTA Kapasitas pemerintah untuk menambah utang semakin menipis, menjadi perhatian utama dalam pengelolaan fiskal di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai, ada beberapa indikator yang menunjukkan risiko fiskal akan semakin meningkat di era Prabowo. Ini berbeda dengan era Jokowi yang masih memiliki kapasitas untuk berutang.

"Pada masa pemerintahan Jokowi, berutang itu sangat memungkinkan karena masih punya kapasitas berutang. Bedanya sekarang, Prabowo sudah tidak punya kapasitas berutang lagi," ujar Wija dalam  Webinar: Evaluasi Kritis 100 Hari Pemerintahan Prabowo, Rabu (22/1).

Wija menjelaskan, salah satu indikator utama yang menunjukkan berkurangnya kapasitas berutang adalah debt service ratio (DSR), yaitu rasio pembayaran utang terhadap penerimaan negara. 

Ia memperkirakan DSR Indonesia pada 2025 dan 2026 masing-masing mencapai 45% dan 40%, jauh di atas ambang batas aman 25-30 persen.

"Ketika DSR-nya sudah tinggi, ini sebenarnya sudah lampu kuning," katanya.

Dengan DSR yang tinggi ini, kemampuan pemerintah untuk membayar utang tanpa mengorbankan belanja prioritas semakin tergerus. Apalagi, investor juga akan melihat surat utang Indonesia sebagai investasi berisiko tinggi.

"Kalau kita mengharapkan investor membeli surat utang kita, investor akan melihat surat utang kita adalah produk investasi yang berisiko. Mereka mengharapkan bunga lebih tinggi," imbuh Wija.

Selain DSR yang tinggi, dominasi Surat Berharga Negara (SBN) dalam struktur utang juga menjadi perhatian. 

Dalam kuartal III-2024 menunjukkan hampir 90% utang pemerintah berbentuk SBN, dengan sisanya hanya 10% berupa pinjaman langsung.

"Kalau SBN, supaya laku naikkan suku bunga. Ini yang terjadi dalam 10 tahun terakhir, sehingga utang melejit dan dominasi SBN itu semakin ketara," katanya.

Wija juga mencatat bahwa 75% SBN dimiliki oleh pihak non-Bank Indonesia, sementara 25% dimiliki oleh BI melalui instrumen seperti Surat Berharga Residen Bank Indonesia (SRBI), yang kini nilainya mencapai Rp 915 triliun dengan bunga 7,23%.

Selanjutnya: Promo Alfamart Kebutuhan Dapur 16-31 Januari 2025, Sambal Terasi Sasa Beli 1 Gratis 1

Menarik Dibaca: Promo Alfamart Kebutuhan Dapur 16-31 Januari 2025, Sambal Terasi Sasa Beli 1 Gratis 1

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×