Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kantor pajak kini bisa langsung mengakses data informasi rekening perbankan. Wewenang inilah yang dimanfaatkan otoritas pajak untuk memperluas basis wajib pajak.
Payung hukum atas akses data rekening tersebut berasal dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan. Kemudian diturunkan ke dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19/03 tahun 2018, Peraturan Dirjen Nomor 04/PJ/2018, dan Surat Edaran (SE)-16/PJ/2017.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo mengatakan aturan itu merupakan turunan pasca pemutihan pajak atau tax amnesty. Sehingga, harapannya tidak ada lagi pihak yang merasa takut atau menghindar dari pajak.
Baca Juga: Sri Mulyani persilakan artis pamer saldo rekening, asalkan....
Dengan dikeluarkannya Peraturan Dirjen Nomor 04/PJ/2018, dan Surat Edaran (SE)-16/PJ/2017, otoritas pajak dapat secara otomatis menerima saldo rekening keuangan dan dapat mengajukan permintaan informasi, bukti, dan atau keterangan (IBK) langsung ke bank.
Padahal sebelumnya, otoritas pajak perlu meminta persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selanjutnya, Lembaga Jasa Keuangan (LJK) mengirimkan laporan paling lama empat bulan setelah akhir tahun kalender.
Dengan begitu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bisa memiliki data dan informasi rekening keuangan orang pribadi dengan saldo minimal Rp 1 miliar. Sementara untuk rekening perusahaan tidak terdapat batasan saldo. DJP menerima data rekening pertama kali pada bulan April 2018 untuk saldo rekening keuangan 31 Desember 2017.
Baca Juga: Cocokkan data SPT, Ditjen Pajak sisir nasabah bank bersaldo Rp 1 miliar lebih
Bentuk satgas
Aturan mainnya, saat otoritas pajak menerima data rekening pihak terkait akan dianalisa dan dicocokan dengan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Bila sudah valid maka pemilik rekening tidak akan ditindak lanjut. Sebab, saldo Rp 1 miliar OP bisa jadi berasal dari akumulasi tahun sebelum diterimanya data rekening.
“Saldo akhir bisa dari tahun-tahun sebelumnya. Kami betul-betul berkoordinasi harus dapat meyakini data tersebut solid,” kata Suryo saat wawancara eksklusif dengan Kontan.co.id di kantornya, Rabu (27/11).
Untuk mempermudah langkah ekstensifikasi perluasan wajib pajak, DJP sejak Juli 2019 membentuk Satuan Tugas Tata Kelola dan Pemanfaatn Infommasi Keuangan Tahun 2019. Satgas Pajak terdiri dari tiga direktorat yakni Direktorat Potensi, Kepatuhan, Penerimaan Pajak, lalu Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, serta Direktorat Penegakan Hukum.
Kolaborasi ketiga direktorat ini melebur ke Kantor Wilayah (Kanwil) hingga Kantor Pelayanan Pajak (KPP). “Satgas ini terkait financial account yang kami dapat dari asal usul tax amnesty dan sampai saat ini kami dapat (data rekening) sampai 2018,” ujar Suryo.
Setelah hampir enam bulan Satgas Pajak bekerja, Suryo belum bisa memaparkan berapa jumlah rekening dan potensi penerimaan pajak yang telah terkonfirmasi. Ia berharap langkah tersebut bisa membantu penerimaan pajak di tahun ini yang masih kurang Rp 559,09 triliun dari target hingga akhir tahun 2019.
Baca Juga: Sistem mengalami gangguan, data administrasi PPh terhambat
Yang jelas, Satgas Pajak kini sedang mengumpulkan sebanyak mungkin data rekening, dengan tidak menuntut kemungkinan masih banyak yang belum terkonfirmasi oleh SPT Tahunan. Sehingga, pada 2020 rekening yang valid bisa dimanfaatkan oleh kantor pajak untuk memperluas basis wajib pajak.
Di sisi lain, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan eskalasi Satgas Pajak akan semakin nyata pada tahun 2020.
Berbekal, data informasi rekening, Satgas Pajak akan membidik 10 pemilik rekening yang dinilai menjadi wajib pajak potensial dari tia Kanwil Pajak. Catatan saja, saat ini terdapat 30 Kanwil Pajak. Artinya akan ada 300 pemilik rekening yang menjadi target wajib pajak pada tahun 2020.
Suryo menambahkan upaya ini dapat menjadi upaya ekstra penerimaan pajak tahun depan. Sebab dia tidak memungkiri bahwa indikasi pertumbuhan ekonomi tahun depan masih bisa melambat. Dus, penerimaan pajak yang bersifat rutin secara bulanan bakal tergerus.
Baca Juga: Jumlah investasi yang masuk mencapai Rp 524 triliun pasca penerapan tax holiday
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News