kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Kantong Tebal Kas Negara Berkat Penerimaan Pajak Sektor Ekonomi Digital


Minggu, 28 Januari 2024 / 16:45 WIB
Kantong Tebal Kas Negara Berkat Penerimaan Pajak Sektor Ekonomi Digital
ILUSTRASI. Pemerintah terus menggali potensi penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus menggali potensi penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital.

Wajar saja, Indonesia merupakan negara dengan potensi ekonomi digital yang terbesar di kawasan ASEAN. Besarnya pptensi ekonomi digital di Indonesia membuat pemerintah mengeluakan peraturan pemungutan pajak atas kegiatan ekonomi digital.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Dwi Astuti mengatakan bahwa pada dasarnya pemajakan sektor ekonomi digital memiliki empat skema pemajakan yang diatur khusus dan yang diatur secara umum.

Adapun skema khusus ini meliputi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), pajak kripto, fintech dam Sistem Informasi Pengaduan Pajak (SIPP). Sementara skema umum di antaranya mencakup perdagangan melalui platform marketplace.

Baca Juga: Pertimbangkan Kondisi Ekonomi, Pemerintah Bisa Tunda Kenaikan Tarif PPN 12% di 2025

"Bagi wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha perdagangan melalui platform marketplace berlaku ketentuan perpajakan secara umum dan pelaporannya tidak dipisahkan dari kegiatan perdagangan lainnya," ujar Dwi kepada Kontan.co.id, Jumat (26/1).

Berdasarkan catatan KONTAN, pemerintah telah mengumpulkan penerimaan pajak sebesar Rp 18,01 triliun dari sektor ekonomi digital hingga akhir tahun 2023. Ini terdiri dari pajak fintech peer to peer (P2P) lending sebesar Rp 647,52 miliar, pajak kripto sebesar Rp 467,27 miliar, serta penerimaan dari pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) PMSE yang mencapai Rp 16,9 triliun.

Di sisi lain, dalam rangka menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha konvensional maupun digital, pemerintah akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia.

Dwi bilang, para pelaku PMSE nantinya akan melakukan pemungutan PPN PMSE dengan nilai transaksi dengan pembeli Indonesia telah melebihi Rp 600 juta setahun atau Rp 50 juta sebulan dan/atau jumlah trafik di Indonesia telah melebihi 12.000 setahun atau 1.000 dalam sebulan.

"DJP juga akan terus melakukan pengawasan kepada pelaku PMSE yang telah ditunjuk agar pemenuhan kewajiban perpajakan dapat terlaksana sesuai dengan peraturan yang berlaku serta memastikan agar pelaku usaha e-commerce lainnya bisa memenuhi kewajibannya," katanya.

Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital di Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan bahwa memang saat ini sudah perusahaan digital atau teknologi yang menjadi pemungut pajak. Hanya saja, masih terdapat beberapa tantangan dalam penerapannya. Misalnya saja tidak ada validasi data pajak yang disetorkan ke kas negara.

"Jika DJP selama ini tidak memperoleh data transaksi, artinya bisa jadi data pajak yang disetorkan oleh perusahaan digital pemungut pajak tidak valid. Bisa jadi data yang disetorkan lebih kecil data yang dipungut. DJP tidak tahu data transaksinya," terang Huda.

Baca Juga: Tarif Pajak UMKM Akan Naik Mulai 2025, Wajib Pajak Diarahkan pada Tarif Normal

Menurut Huda, sektor digital sebagai pemotong/pemungut pajak akan relatif menurunkan pertumbuhan ekonomi digital. Hanya saja, dampaknya tidak akan terlalu signifikan mengingat masyarakat akan tetap menggunakan layanan digital. Terlebih, beberapa layanan digital sulit untuk mencari substitusinya.

"Bagi perusahaan digital harusnya tidak berdampak karena pajak yang disetorkan dibebankan kepada konsumen," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×