kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kalimantan target pemasangan RFId setelah Jakarta


Kamis, 05 Desember 2013 / 15:58 WIB
Kalimantan target pemasangan RFId setelah Jakarta
ILUSTRASI. Berikut beberapa hal yang bisa menyebabkan obesitas pada kucing peliharaan.


Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Program pemasangan radio frequency identification (RFID) untuk pengendalian konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan segera digulirkan di Kalimantan setelah program di Jakarta selesai.

Vice President Fuel Retail PT Pertamina (Persero) Muhammad Iskandar mengatakan, targetnya pemasangan RFID di sebanyak 4,5 juta kendaraan bermotor di Jakarta akan rampung pada Desember 2013.

Hingga saat ini, realisasi pemasangan RFID di DKI Jakarta mencapai 40.000 kendaraan bermotor di Jakarta. "Mungkin, habis DKI, Kalimantan dulu yang banyak tambang," kata dia di Jakarta, Kamis (5/12).

Iskandar menjelaskan, sistem ini memang belum berfungsi untuk membatasi konsumsi BBM bersubsidi, dan baru berfungsi mencatat atau merekam data. Dari rekam data itu, bisa diketahui siapa pengguna BBM subsidi.

Lebih lanjut, ia mengaku penyelewengan BBM subsidi jenis premium tidak signifikan dibanding solar. Kalaupun ada yang membeli Premium dalam jumlah besar, ia yakin, itu akan dijual kembali kepada pengendara sepeda motor.

"Kalau Premium lebih aman dibanding Solar karena tidak ada penyalahgunaan. Kalau dibeli orang dengan jerigen kan dijual lagi untuk masyarakat, ngeteng (eceran)," kata dia.

Sementara itu, lanjut dia, penyelewengan solar untuk dijual kembali ke industri lebih besar. Ia pun mencontohkan penangkapan penyalahgunaan solar beberapa waktu lalu. "Kalau nanti dengan model ini (RFID), akan ketahuan. Mengisi di SPBU sini kok di SPBU berikutnya ngisi lagi. Setiap 5 menit kok pinah SPBU nanti akan ditangkap," ujarnya.

Dari perhitungan Pertamina, konsumsi premium tahun ini masih sisa 1 juta kiloliter, lantaran kenaikan harga Juni lalu. Sedangkan, konsumsi solar diperkirakan jebol 200.000 kiloliter, diduga karena penyelewengan ke industri. (Estu Suryowati)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×