kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.904.000   15.000   0,79%
  • USD/IDR 16.800   4,00   0,02%
  • IDX 6.262   8,20   0,13%
  • KOMPAS100 896   3,65   0,41%
  • LQ45 707   -0,42   -0,06%
  • ISSI 194   0,88   0,46%
  • IDX30 372   -0,72   -0,19%
  • IDXHIDIV20 450   -1,01   -0,22%
  • IDX80 102   0,35   0,35%
  • IDXV30 106   0,47   0,45%
  • IDXQ30 122   -0,87   -0,70%

Kadin keberatan kenaikan tarif PBB


Rabu, 20 Maret 2013 / 07:47 WIB
Kadin keberatan kenaikan tarif PBB
ILUSTRASI. Sakit maag dan gerd ternyata memiliki perbedaan gejala dan penyebabnya. KONTAN/Muradi/26/06/2010


Reporter: Fahriyadi | Editor: Dadan M. Ramdan

JAKARTA. Kebijakan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di DKI Jakarta memang tak bisa menyenangkan semua pihak. Pengusaha atau individu yang kena  kewajiban lebih besar  menolak tarif PPB yang baru berlaku tahun ini.

Selain menurunkan tarif PBB bagi aset properti dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di bawah Rp 2 miliar, Perda PBB juga mematok tarif lebih mahal bagi pemilik aset properti dengan NJOP di atas Rp 10 miliar, yakni naik 59%.

 Pemilik gedung mengaku keberatan jika mereka harus membayar PBB lebih mahal tahun ini. Kenaikan tarif PBB otomatis akan menambah beban mereka. Terlebih, dalam waktu bersamaan, mereka juga harus menghadapi kenaikan upah minimum dan tarif listrik.

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta  Sarman Simanjorang mengatakan, Kadin akan Gubernur Joko Widodo untuk menanyakan kebijakan pajak baru tersebut. "Kami ingin penjelasan dari gubernur soal kenaikan tarif pajak sebesar 59%," tandas Sarman  di Jakarta, Selasa (19/3).

Pengusaha merasa kembali lagi menjadi korban kebijakan pemerintah. Kadin khawatir, kenaikan pungutan PBB ini yang bersamaan dengan kenaikan upah buruh dan tarif listrik memberikan dampak buruk terhadap iklim investasi di Jakarta. "Investor akan lari karena upah buruh mahal dan sekarang bayar PBB bertambah pula," ujar Sarman.

Iwan Setiawandi, Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta mengungkapkan, keberatan dari dunia usaha setiap ada perubahan kebijakan merupakan hal lumrah dan biasa. "Terlebih soal pajak, umumnya pengusaha keberatan jika naik," terangnya.

Meski begitu, Pemprov DKI terbuka untuk memberikan penjelasan bagi pengusaha. Bahkan, Pemprov DKI juga mempersilakan mereka untuk mengajukan keberatan atas kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta No 16/2011 tentang PBB Perdesaan dan Perkotaan, yang berlaku tahun ini.

Namun, DKI tak segan untuk memeriksa aspek keuangan pengusaha jika mereka selalu mencari alasan. Iwan berpendapat, wajib pajak golongan tersebut harus membayar lebih besar, tapi secara materi diuntungkan dengan lonjakan nilai aset. "Jadi wajar jika dinaikkan," tandas Iwan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×