kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Jurus Kemdes jalankan program dana desa


Selasa, 24 Oktober 2017 / 16:51 WIB
Jurus Kemdes jalankan program dana desa


Reporter: Cecylia Rura | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana desa menjadi salah satu program prioritas pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Lalu bagaimana program dana desa dijalankan dengan anggaran yang mencapai Rp 120 triliun tahun 2017 ini?.  

Dalam Seminar Kelompok Penelitian (Kelti) "Menyoal Kesenjangan Sosial Daerah", Sekretaris Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemdes PDTT) Anwar Sanusi memaparkan bagaimana perhatian pemerintah pada pedesaan.

"Melihat kebijakan pemerintah yang sebelumnya, belum dilakukan pendekatan yang komprehensif, holistik," jelasnya dalam seminar yang diadakan di Hotel Puri Denpasar, Jakarta, Selasa (24/10).

Adapun program-program yang pernah dilakukan oleh pemerintah saat ini bersifat parsial. Contohnya, program Inpres Desa Tertinggal (IDT) di mana hanya memfokuskan kebijakan ke dalam beberapa desa yang secara spesifik masuk ke dalam cluster desa tertinggal.

Di tahap selanjutnya, Anwar mengungkapkan pemerintah mengembangkan program yang dikenal dengan nama Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan atau PNPM Pedesaan.

"Itupun basis locus-nya bukan di tingkat pedesaan, tetapi di tingkat kecamatan, sehingga kemudian dikenal program-program dengan nama UPK, Unit Pengelola Kegiatan yang dilaksanakan di level kecamatan," katanya.

UPK dalam beberapa aspek mampu mencatat satu prestasi yang menyetarakan aktivitas ekonomi, terutama yang dikelola oleh perempuan yang dikenal dengan nama Usaha Simpan Pinjam Perempuan, Usaha Simpan Pinjam yang Dikelola oleh Perempuan, sehingga Kemdes PDTT memiliki komitmen untuk terus melanjutkannya.

Anwar mengatakan, ini merupakan wujud dari dana desa yang saat itu ada sekitar Rp 10 triliun yang kini ada di atas Rp 12 triliun. Angka ini pun terus digenjot oleh Kemdes PDTT untuk ditingkatkan sebagai kekuatan ekonomi yang bisa dilakukan untuk mendorong pemecahan problematika pedesaan.

"Terkait program dana desa yang sudah dijalankan sebelumnya, maka hadirnya Undang-Undang Desa dalam konteks ilmu keagamaan merupakan ijtihad politik yang luar biasa, artinya kita melihat desa bukan dalam perspektif objek saja, tetapi desa adalah aktor dan pelaku yang memiliki otoritas dan diskresi yang luar biasa untuk menggunakan dan mengelola dana desanya," jelas Anwar.

Oleh karena itu pendekatan penggunaan dana desa menurutnya harus berbasis kepada dua azas utama. Pertama prinsip rekognisi, yang artinya, pemerintah atau negara mengakui adanya desa sebagai intitas bukan hanya self-government tetapi self-governing community (komunitas yang berpemerintahan).

"Bukan hanya desa milik pemerintah yang kita bicara eksekutifnya, tapi juga pemerintahannya, dua-duanya ini dihadirkan, sehingga di level pedesaan dikenal dengan namanya BPD (Badan Perwakilan Desa) sebelum Undang-Undang, maka sekarang BPD itu dikenal Badan Permusyawaratan Desa, yang merupakan miniatur negara di tingkat desa," lanjutnya.

Rekognisi ini yang kemudian ingin diakui oleh negara. "Dan ini adalah jiwa dan spirit dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa."

Kedua, azas prinsip subsidiaritas. Dalam prinsip ini, ia menegaskan urusan pedesaan bukan diberikan kepada pemerintah dulu yang kemudian sisanya diberikan kepada tingkat pedesaan.

Anwar menjelaskan, problematika pedesaan bukan diselesaikan oleh supradesa tetapi desa itu sendiri. Maksudnya, supra desa adalah adanya pembangunan di desa, tetapi masyarakat desa tidak memiliki kendali dalam pembangunan yang menjadi kebutuhan masyarakat pedesaan.

Lebih lanjut, Anwar memaparkan sumber daya manusia (SDM) di tingkat pedesaan masih didominasi oleh masyarakat berpendidikan cukup rendah, seperti apa yang diungkapkan oleh Deputi bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK) Tri Nuke Pujiastuti sebelumnya di mana 60% masyarakat pedesaan berpendidikan menengah ke bawah.

Ditambah, kondisi urbanisasi yang membuat desa menjadi wilayah yang tidak memberikan harapan. Sehingga orang desa yang dulunya dididik di kota, jarang kembali ke desanya.

Bicara soal problematika pedesaan, Kemdes PDTT mencoba membaginya menjadi lima kelompok yang dikenal dengan indeks desa membangun.

Pertama, kelompok desa sangat tertinggal. Kedua, desa tertinggal. Ketiga, desa berkembang. Keempat, desa maju dan kelima mandiri yang merupakan tindakan ultimate yang namanya kebijakan desa. Sayangnya, ada sekitar 60% desa masuk dalam kelompok tertinggal dan sangat tertinggal.

Berdasarkan paparan data BPS tahun 2009-2017 soal kesenjangan kemiskinan desa dan kota yang diterima Kontan dari Kemdes PDTT, masih ada disparitas yang tinggi persentase penduduk miskin antara perkotaan dan pedesaan.

Tahun 2009:

-Pedesaan 17,53%

-Perkotaan 10.72%

Tahun 2010:

-Pedesaan 16,59%

-Perkotaan 9.87%

Tahun 2011:

-Pedesaan 15,72%

-Perkotaan 9,23%

Tahun 2012:

-Pedesaan 15,12%

-Perkotaan 8,78%

Tahun 2013:

-Pedesaan 14,32%

-Perkotaan 8,39%

Tahun 2014:

-Pedesaan 14,17%

-Perkotaan 8,34%

Tahun 2015:

-Pedesaan 14,21%

-Perkotaan 8,29%

Tahun 2016:

-Pedesaan 13,96%

-Perkotaan 7,43%

Tahun 2017:

-Pedesaan 13,93%

-Perkotaan 7,72%

Dari data di atas dapat ditarik kesimpulan, meski ada penurunan tingkat kemiskinan di pedesaan namun belum bisa setara dengan angka kemiskinan di perkotaan. Harapannya, masyarakat yang dulunya dididik di perkotaan mampu mengembangkan desa asalnya sehingga bisa terjadi pemerataan dan mengurangi kesenjangan sosial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×