kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jika kegiatan belajar tatap muka dipaksakan, IGI minta pemerintah perhatikan ini


Kamis, 04 Juni 2020 / 18:54 WIB
Jika kegiatan belajar tatap muka dipaksakan, IGI minta pemerintah perhatikan ini
ILUSTRASI. Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengusulkan agar tahun ajaran baru dapat digeser hingga Januari 2021 mengingat masih berlangsungnya pandemi corona (Covid-19).


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengusulkan agar tahun ajaran baru dapat digeser hingga Januari 2021 mengingat masih berlangsungnya pandemi corona (Covid-19).

Jika kegiatan belajar mengajar (KBM) dipaksakan untuk secara tatap muka dalam era new normal, IGI menilai, pemerintah harus mengutamakan kehati-hatian dan pengkajian mendalam akan hal tersebut.

Ketua Umum IGI Muhammad Ramli Rahim menuturkan, ada beberapa syarat jika memang tatap muka di sekolah dipaksakan. Pertama, new normal di sektor pendidikan dapat dilakukan setelah pelaksanaan new normal di masyarakat berjalan dengan baik.

Baca Juga: Pandemi virus corona, IGI usulkan tahun ajaran baru digeser ke Januari 2021

"Jangan bersamaan pendidikan dengan sektor lain. Kalau sektor lain sudah bagus, kurva turun penyebaran Covid-19, boleh dimulai (new normal sektor pendidikan)," jelas Ramli saat dihubungi Kontan.co.id pada Kamis (4/6).

Kedua, pelaksanaan tidak dapat dilakukan secara serentak oleh semua sekolah. Dalam artian sekolah-sekolah yang sudah siap secara protokol yang bisa memulai dahulu.

"Jangan sampai sekolah jadi klaster baru. Juli, Agustus, September adalah musim kemarau, nah kemungkinan banyak daerah di Indonesia yang kekeringan. Jangankan buat cuci tangan berkali-kali, buat MCK saja cukup terbatas. Ini juga perlu diperhitungkan," imbuhnya.

Ramli menyebut, terdapat konsep belajar selama 4 jam di sekolah dengan jaga jarak 2 meter antar siswa, namun hal tersebut dinilai bukanlah solusi.

Ramli mengatakan, anak-anak berbeda seperti orang dewasa, jadi bukan masalah jaga jaraknya yang utama. Apalagi anak-anak usia sekolah dasar (SD) masih memiliki minat tinggi untuk bermain. Oleh karenanya, ketaatan penerapan protokol kesehatan di sekolah dikhawatirkan akan dilanggar anak-anak.

"Bukan masalah jaga jarak tapi takutnya malah tukeran masker, apalagi anak SD kan semangat bermain masih tinggi," tuturnya.

Baca Juga: Jokowi minta sistem pendidikan beradaptasi hadapi perubahan global

Ramli meminta pemerintah untuk tidak memaksakan kegiatan tatap muka di sektor pendidikan saat new normal. Situasi dan kondisi harus tetap diperhatikan dalam penerapan kebijakan nantinya.

Seandainya diterapkan di zona hijau dahulu, perlu juga pengkajian. Misalnya saja pengetatan, terutama bagi guru-guru yang bertempat tinggal diluar daerahnya mengajar.

"Guru-guru yang dari luar daerah atau kabupaten semisal pemerintah bisa sediakan tempat tinggal bagi guru tersebut. Jadi enggak perlu keluar masuk wiliayah tersebut," imbuhnya.

Secara keseluruhan Ramli menilai pelaksanaan kegiatan belajar di sekolah tidak dapat disamaratakan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Perlu pengkajian mendalam akan kebijakan tersebut, dan utamanya jangan sampai sekolah menjadi klaster baru. Keselamatan dan kesehatan siswa dan guru menjadi kunci utama yang harus diperhatikan.

Baca Juga: Kegiatan proses belajar mengajar di sekolah zona hijau covid-19 bisa dibuka kembali

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×