kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jika BBM Subsidi Naik, Pengusaha Minta Besarannya Tak Terlalu Tinggi


Minggu, 28 Agustus 2022 / 17:27 WIB
Jika BBM Subsidi Naik, Pengusaha Minta Besarannya Tak Terlalu Tinggi
ILUSTRASI. Jika BBM Subsidi Naik, Pengusaha Minta Besarannya Tak Terlampau Tinggi./pho KONTAN/Carolus AGus Waluyo/02/04/2017.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah masih terus mematangkan opsi yang akan dipilih untuk merespons persediaan volume konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang diperkirakan akan habis pada Oktober mendatang.

Ketua Komite Tetap Kebijakan Publik Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Chandra Wahjudi mengatakan, jika opsi menaikkan harga BBM dipilih pemerintah, diharapkan harganya tidak terlampau tinggi, khususnya jenis BBM yang menopang kegiatan ekonomi secara luas, yaitu jenis Pertalite dan Bio Solar. Sementara itu, untuk jenis Pertamax kenaikan bisa disesuaikan dengan harga keekonomian.

“Harapan kami kenaikannya seminim mungkin. (Naik) Rp 1.000 lebih aman. Karena kalau lebih dari itu inflasi akan naik di luar perkiraan. Karena beberapa bulan terakhir inflasi sudah naik meski masih terkendali,” tutur Chandra kepada Kontan.co.id, Minggu (28/8).

Baca Juga: Apindo Prediksi Bila Harga BBM Subsidi Naik Rp 3.000 per Liter, Inflasi Terkerek 0,5%

Selanjutnya, Chandra juga meminta agar kebijakan menaikkan harga BBM dilakukan secara bertahap. Bisa sebagian di tahun ini dan sebagian lagi di tahun depan. Hal ini karena, jika dinaikkan sekaligus akan membebani masyarakat dan pelaku usaha.

“Jika kondisi sudah membaik di tahun ini, maka opsi menaikkan harga BBM di tahun depan bisa dihindarkan,” jelasnya.

Selain itu, Ia juga khawatir jika penyesuaian harga BBM dilakukan secara sekaligus, maka akan membebani masyarakat di tengah inflasi yang cukup tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS) bahkan mencatat, inflasi pada Juli sudah hampir tembus 5% yoy, atau berada di level 4,94% yoy. Inflasi tahunan tersebut merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2015.

Lebih lanjut, Chandra mengatakan, momentum yang tepat untuk menaikkan harga BBM paling lambat pada bulan November. Sebab jika kebijakan tersebut dilakukan pada Desember, inflasi biasanya lebih tinggi di akhir tahun karena adanya hari raya, pergantian tahun dan liburan sekolah. 

Selain itu, Ia juga berharap agar pemerintah bisa memberikan stimulus kepada masyarakat untuk menjaga daya beli mereka di tengah penyesuaian harqa BBM tersebut. Selain itu, sistem pengendalian dan pengawasan penggunaan BBM subsidi yang lebih baik juga diperlukan, agar penyalurannya bisa lebih tepat sasaran.

Sebab, saat ini masih banyak dinikmati oleh masyarakat yang tergolong mampu,” imbuhnya.

Baca Juga: Dampak Kenaikan Harga BBM dan Suku Bunga Acuan Terhadap Investasi di Dalam Negeri

Dihubungi secara terpisah, Wakil Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Anggawira juga sepakat agar pemerintah memilih opsi untuk menaikkan harga BBM ketimbang menambah anggaran subsidi.

Ia bahkan meminta agar pemerintah sesegera mungkin mengambil kebijakan tersebut, sebab perbandingan harga antara BBM yang bersubsidi yakni Pertalite ataupun Solar dengan Pertamax sudah terlalu jauh.

“Segera saja dilakukan dari pada beban APBN terlalu berat, karena bisa berdampak buruk ke yang lain. Harga Pertamax ke Pertalite juga terlalu jauh jadi harus di sinkronkan,” kata Angga.

Untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada BBM, Anggaa meminta agar Pemerintah mendorong penggunaan kendaraan listrik, sehingga bisa mengurangi beban subsidi, dan juga bisa jauh lebih efisien ke depannya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×