Reporter: Arsy Ani Sucianingsih | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Transfer pricing (TP) menjadi salah satu beban bagi perusahaan. Beberapa upaya dilakukan untuk mengatasi hal ini, seperti negara Jepang yang menerapkan advance pricing agreement (APA).
Menurut salah satu perwakilan Japan International Cooperation Agency (JICA) Kosugi, apabila terjadi transfer pricing, artinya terjadi pajak ganda bagi perusahan. Hal tersebut akan menjadi beban bagi perusahaan.
“Kalau ini mau dikoreksi atau diatasi akan memakan waktu yang panjang,” ujarnya di gedung Direktorat Jenderal Pajak, Minggu (11/3).
Untuk itu, Jepang menerapkan APA untuk mengurangi pajak ganda yang akan terjadi di kemudian hari. Proses APA merupakan kesepakatan antara kedua negara yang meliputi harga transaksi baik dari perusahaan terafiliasi atau anak usahanya.
“Jadi harga transaksi di atara keduanya harus ditentukan sebelumnya. Termasuk perhitungan metodenya,” imbuh Kosugi.
Dalam waktu dekat, JICA akan berdiskusi dengan para pengusaha yang ada di Jepang. Jepang dan Indonesia akan terus melakukan kerja sama dan mendorong perusahaan asal negeri sakura untuk melakukan APA dengan Indonesia.
Di Indonesia, APA sudah diterapkan melalui PMK nomor 7 tahun 2015 perihal tata cara pembentukan dan pelaksanaan APA dengan dasar hukum di Indonesia adalah pasal 18 ayat 3A UU pajak penghasilan. Namun, saat ini masih sedikit perusahaan yang mengajukan APA.
Menurut Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, dengan Skema APA dapan menekan risiko TP dan akan lebih efisien bagi kedua belah pihak.
“Sayangnya selama ini DJP bikin aturan, tapi gamang menerapkan ini. Problem utamanya soal trust. Agak aneh mengeluarkan kebijakan yang basisnya trust, tapi tidak ada trustfullness sehingga wajib pajak enggan mengajukan, karena berasumsi pasti ditolak,” katanya, kepada Kontan.co.id.
Menurutnya, jika sudah melibatkan dua negara dan secara prosedural melibatkan negara mitra, seharusnya tidak ada alasan untuk mempersulit. Jika hal ini merupakan saah satu fasilitas untuk membuat wajib pajak patuh, maka sudah sewajarnya diberikan kemudahan dan kepastian.
“Mempersulit dalam arti, prosedurnya panjang, syarat juga banyak, dan tidak ada kepastian keputusan kapan diberikan. Jangan sampai esensinya justru hilang karena pemerintah/DJP setengah hati,” imbuh Yustinus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News