Sumber: Antara | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Direktur Transportasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Bambang Prihartono mengatakan investor Jepang mengajukan kepada pemerintah untuk dapat melakukan studi kelayakan kembali untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Menurut Bambang, permintaan itu diajukan karena Jepang ingin melakukan studi kelayakan (feasibility study) di trase yang sama seperti yang digunakan oleh investor Tiongkok. "Memang trasenya beda, dia (Jepang) mau ikut trase yang sama dengan Tiongkok," kata Bambang, Rabu (26/8).
Bambang mengatakan pemerintah belum memberikan sikap atas permintaan investor Jepang tersebut. Perbedaan trase dari studi kelayakan Jepang dan Tiongkok ini turut menimbulkan perbedaan panjang rel kereta cepat, dan juga biaya investasi yang dibutuhkan.
Sementara, pemerintah menargetkan sudah dapat menentukan mitra antara Jepang atau Tiongkok dalam pembangunan kereta cepat ini pada periode Agustus - September 2015.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil sebelumnya pada 15 Agustus 2015 mengatakan, pemerintah akan menunjuk tim konsultan independen yang beranggotakan pihak dari berbagai negara untuk menguji studi kelayakan dan proposal yang sudah diajukan Jepang dan Tiongkok.
Hasil rekomendasi dari konsultan tersebut akan diserahkan kepada tim penilai dari pemerintah. Beberapa pertimbangan pemerintah dalam menentukan mitra proyek ini antara lain berdasarkan kebutuhan investasi, penerapan teknologi, penggunaan tingkat kandungan dalam negeri, harga tiket kepada penumpang, dan juga potensi efek ekonomi yang dihasilkan.
Proyek kereta cepat Indonesia yang diwacanakan sekelas "Shinkansen" dengan kecepatan 300 kilometer per jam akan melayani rute Jakarta-Bandung. Namun, dalam dokumen studi kelayakan Jepang, terdapat wacana rute kereta cepat ini juga akan melayani konektivitas ke Cirebon, bahkan hingga Surabaya.
Untuk rute Jakarta-Bandung, kereta cepat akan memangkas waktu tempuh perjalanan dari dua hingga tiga jam menjadi sekitar 37 menit. Jepang sudah terlebih dahulu melakukan studi kelayakan tahap pertama dan menyerahkan proposal kepada pemerintah. Menurut data Bappenas, dari proposal Jepang diketahui biaya pembangunan rel dan kereta cepat sebesar US$6,2 miliar.
Sedangkan, Tiongkok melakukan studi kelayakan, setelah Jepang. Dari proposal Tiongkok, kebutuhan investasi untuk pembangunan rel dan kereta cepat sebesar US$5,5 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News