kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Jasa transportasi masih jadi beban defisit neraca jasa di 2018


Senin, 11 Februari 2019 / 19:57 WIB
Jasa transportasi masih jadi beban defisit neraca jasa di 2018


Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja jasa transportasi masih menjadi komponen penyumbang defisit terbesar pada neraca jasa. Sepanjang 2018, defisit jasa transportasi melebar menjadi US$ 8,84 miliar, naik 28,9% dibandingkan defisit tahun sebelumnya yang sebesar US$ 6,86 miliar.

Seluruh komponen dalam jasa transportasi mencetak kenaikan defisit, yakni transportasi penumpang, barang, maupun transportasi lainnya. Defisit pada transportasi penumpang naik 23,4% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi US$ 1,37 miliar.

"Bertambahnya defisit jasa transportasi penumpang karena jumlah wisatawan domestik yang ke luar negeri juga meningkat," ujar Ekonom Bank Permata Josua Pardede, Senin (11/2).

Bank Indonesia (BI) mencatat, jumlah pelawat wisatawan nasional (wisnas) ke luar negeri memang bertambah, dari sebelumnya 9,08 juta kunjungan pada 2017 menjadi sebanyak 9,76 juta kunjungan di sepanjang 2018.

Sementara, jasa transportasi barang menyumbang defisit paling besar yakni mencapai US$ 6,92 miliar, atau naik 24% dibandingkan tahun lalu yaitu defisit US$ 5,58 miliar. Jasa transportasi lainnya juga mencatat defisit sebesar US$ 545 juta, naik dari sebelumnya US$ 178 juta.

Menurut BI, meningkatnya pembayaran jasa transportasi barang seiring dengan laju impor yang bertambah sepanjang tahun lalu. Sebab, pengiriman barang ekspor maupun impor Indonesia selama ini masih sangat bergantung pada jasa asing ketimbang dalam negeri.

"Jasa freight ini masih menjadi isu mendasar karena berkaitan dengan industri perkapalan kita yang masih belum memiliki standar internasional. Sehingga, kita masih terus membayar jasa kapal asing," lanjut Josua.

Senada, Ekonom Bank Central Asia David Sumual menilai, persoalan defisit jasa transportasi tidak akan terlepas dari rendahnya kapasitas dan daya saing industri kapal pengangkutan Indonesia. Sementara, perbaikannya membutuhkan waktu dan proses yang panjang.

Mau tak mau, Indonesia mesti menggenjot pemasukan dari sektor jasa lainnya untuk mengimbangi kondisi defisit yang berkelanjutan di sektor transportasi.

David menilai, pemerintah mesti lebih gencar mendorong investasi langsung di sektor jasa kesehatan dan pendidikan. Sebab, kedua bidang ini menyumbang impor yang cukup besar pula di sektor jasa.

"Misalnya, pelajar yang memilih sekolah di luar negeri atau pasien yang memilih pengobatan atau chek-up kesehatan di negara tetangga, ini turut menambah impor jasa dan memperbesar defisit," terang David, Senin (11/2).

Sementara, Josua menilai, pariwisata merupakan salah satu sektor yang berpotensi mengimbangi defisit jasa transportasi. Hal ini terbukti, lantaran sepanjang tahun lalu, kenaikan surplus pada sektor jasa perjalanan turut mengungkit neraca jasa secara keseluruhan sehingga defisit bisa lebih ditekan dibandingkan tahun sebelumnya.

Sepanjang tahun lalu, sektor perjalanan mencetak surplus sebesar US$ 5,34 miliar atau naik 10,1% dari sebelumnya US$ 4,85 miliar pada tahun sebelumnya.

Menurut BI, kenaikan surplus pada neraca jasa perjalanan seiring dengan meningkatnya kunjungan wisata mancanegara (wisman) ke Indonesia sebesar 7,7% yoy, dari 12,2 juta kunjungan menjadi 13,1 juta kunjungan pada 2018.

Meski secara kuartalan, penerimaan jasa perjalanan di kuartal-IV 2018 lalu mengalami penurunan lantaran jumlah kunjungan wisman ke Indonesia pada periode tersebut hanya mencapai 3,29 juta kunjungan, menyusut 12% dari periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 3,74 juta kunjungan.


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×