kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jangan pandang enteng pertumbuhan ekonomi syariah


Senin, 18 November 2013 / 12:24 WIB
Jangan pandang enteng pertumbuhan ekonomi syariah
ILUSTRASI. Orang-orang makan di Boat Quay saat pandemi Covid-19 di Singapura, 24 September 2021. Singapura melaporkan 12.784 kasus Covid-19 pada Selasa (5/7/2022). REUTERS/Edgar Su.


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi berbasis syariah di Indonesia mencapai 40% setiap tahunnya, jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi konvensional yang hanya mencapai 19% setiap tahunnya.

Demikian diungkapkan Firmanzah, Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan, menanggapi launching Gerakan Ekonomi Syariah yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Monas, Jakarta, Minggu (17/11) kemarin.

“Jangan lagi pandang enteng pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia karena kontribusinya sangat nyata dalam perekonomian nasional,” kata Firmanzah, Senin (18/11) seperti dikutip dari laman Setkab RI.

Firmanzah menyebutkan, perkembangan ekonomi syariah nasional tercermin dari pertumbuhan aktivitas  di sektor perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah, lembaga keuangan mikro syariah dan pengelolaan zakat.

Mengutip data Bank Indonesia, Firmanzah mengemukakan, hingga akhir 2012 terdapat  11 Bank Umum Syariah (BUS), 24 Bank Syariah dalam bentuk Unit Usaha Syariah (UUS),  dan 156 BPRS dengan jaringan kantor sebanyak 2.574 lokasi atau tumbuh sebesar  25,31%.

Penggunnaan instrument perbankan syariah, lanjut Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu, telah menunjukkan relevansi yang signifikan bagi proses pembangunan nasional yang sedang berjalan saat ini.

Menurut Firmanzah, pembiayaan perbankan syariah hingga akhir 2012 menunjukkan, peningkatan pada pembiayaan modal kerja usaha yang mayoritas atau sekitar 60% disalurkan pada usaha mikro dan kecil.

Hingga Juni 2013, pembiayaan modal kerja ke sektor UMKM sebesar 75.98% dari portofolio pembiayaan perbankan syariah menggunakan akad Murabahah.

Sementara, pembiayaan berbasis akad Mudharabah-Musyarakah berkontribusi 2.96% dari total portofolio perbankan syariah.

Selain itu, perkembangan lembaga keuangan mikro syariah baik bank dan non bank menunjukkan kinerja yang menggembirakan dengan rata-rata pertumbuhan di kisaran 30% baik pembiayaan maupun berdasrakan asetnya. 

Pertumbuhan aset BPR

Misalnya, rata-rata pertumbuhan asset BPR Syariah selama 6 tahun terakhir (Januari 2008 – Juni 2013) mencapai 30.49% dan rata-rata pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat mencapai 31.52%.

Menurut Firmanzah, dilihat dari orientasi penggunaan pembiayaan, mayoritas pembiayaan yang disalurkan BPR Syariah didominasi oleh pembiayaan untuk modal kerja lebih 50% dibandingkan pembiayaan untuk konsumsi (35%) atau investasi (10%).

“Pertumbuhan pembiayaan untuk investasi menunjukkan angka lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pembiayaan untuk konsumsi maupun modal kerja,” terang Firmanzah.

Sementara jika dilihat berdasarkan skala usaha dan sektor usaha debitur, mayoritas debitur BPR Syariah adalah usaha skala mikro, kecil, dan menengah. Hingga Juni 2013 sebanyak 58.93% dari portofolio pembiayaan BPR Syariah adalah pembiayaan untuk debitur UMKM dan sisanya adalah pembiayaan untuk debitur non-UMKM.

Adapun, pembiayaan yang disalurkan oleh BPR Syariah mayoritas untuk debitur-debitur yang berada di sektor lain-lain (36.72%) dan sektor perdagangan, restoran, dan hotel (33.82%).

Sektor-sektor produktif seperti pertanian hanya memiliki presentase sebesar 8.95%, jauh lebih rendah dibandingkan sektor perdagangan, restoran, dan hotel dan sektor lain-lain.

Hal tersebut, beber Firmanzah, menunjukkan bahwa BPR Syariah menghindari sektor usaha yang memiliki risiko relatif tinggi. Sektor produktif seperti sektor pertanian dan pertambangan memiliki risiko yang jauh lebih tinggi dibandingkan sektor jasa dan perdagangan.

Dia juga memuji pola yang dilakukan perbankan syariah dalam memberikan akses pada kelompok masyarakat kecil atau usaha mikro dalam mengakses jasa perbankan, yakni dengan mendorong berkembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKM Syariah) seperti Koperasi Syariah dan Baitul maa wat tamwil (BMT).

Dengan demikian, menjadi jauh lebih fleksibel dalam membuat berbagai akad pembiayaan, tidak harus menjalankan fungsi intermediari, dan dapat bertindak sebagai penjual atau partner bisnis secara langsung.

Dengan fleksibilitas yang tinggi tersebut, lanjur Firmanzah, BMT dapat dengan mudah menyalurkan berbagai skema pembiayaan kepada masyarakat kecil, utamanya kepada para pengusaha skala kecil dan menengah.

Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, sampai akhir tahun 2011, unit koperasi secara umum berjumlah 187.598 unit dimana 71.365 unit diantaranya merupakan unit koperasi simpan pinjam, dan kurang lebih 5.500 unit di antaranya adalah BMT.

Dengan perkembangan ekonomi syariah nasional di atas, Firmanzah meyakini, proses pembangunan yang sedang berjalan dapat semakin ditingkatkan khususnya terkait orientasi pembangunan yang pro-poor, pro-job, dan pro-growth.

Dia menambahkan, kontribusi nyata ekonomi syariah dalam proses pembangunan nasional menjadi kekuatan untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia.

“Dengan mendorong perkembangan ekonomi syariah, inklusivitas pembangunan dapat terus kita tingkatkan sekaligus mempercepat proses pemerataan pembangunan, mereduksi kesenjangan baik antar penduduk maupun antar wilayah, mengentaskan kemiskinan dan membantu sistem jaringan pengaman sosial yang selama ini telah berjalan,” pungkas Firmanzah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×