Reporter: Teodosius Domina | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Mohammad Sanusi, Terdakwa kasus dugaan suap terkait rancangan peraturan daerah (raperda) reklamasi dan tindak pidana pencucian uang, tegas membantah aset yang dia miliki berasal dari hasil korupsi. Meski begitu, dia tidak menyangkal adanya gratifikasi dari Ariesman Widjaja, bos Agung Podomoro.
Mantan anggota DPRD DKI sekaligus adik Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik mengungkapkan sumber kekayaannya tersebut dalam serangkaian sidang dengan agenda pledoi, replik dan duplik pada pengadilan tindak pidana korupsi, Kamis (22/12).
Selama persidangan, dia membawa sejumlah bukti berupa akta notaris atas beberapa aset, serta sejumlah bukti pembayaran atau transfer dari aktivitas bisnisnya selama ini.
Usaha ini dilakukan lantaran Sanusi dijerat dengan undang-undang pencucian uang, lewat pasal 3 UU No.8/2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tipikor. Selain itu, sejumlah asetnya dengan nilai sekitar Rp 45,3 miliar dan US$ 10.000 telah disita KPK. "Saya berharap agar aset itu dikembalikan," kata Sanusi.
Banyak kejanggalan
Ronald Worontikan, Jaksa Penuntut Umum dari KPK bilang, timnya menyimpulkan, terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa harta yg didapat adalah berasal dari penghasilan yang sah.
Ronald pun mengutarakan beberapa kejanggalannya. Pertama, soal penjualan saham PT Bumi Raya Properti yang diakui Sanusi senilai Rp 38 miliar kepada Azmar.
Di perusahaan ini, Sanusi ternyata hanya memiliki 15 lembar saham senilai Rp 15 juta. Sedangkan 5 lembar dan 25 lembar sisanya dimiliki oleh Fonny dan Anna Wahyuni. Tetapi, terdakwa malah tidak menghadirkan ketiganya sebagai saksi meringankan.
Kejanggalan kedua, Sanusi mengaku memiliki piutang dengan bukti berupa akta pengakuan hutang dari Efry Jhonly dan Limantara Heru dengan total nilai sekitar Rp 4 miliar. Tapi tidak ada bukti kwitansi pembayaran. Kedua orang tersebut pun tidak pernah dihadirkan sebagai saksi.
Selain itu, hasil penghasilan PT Bumi Raya Properti senilai puluhan miliar, dijelaskan dengan cara tidak wajar, yaitu hanya lewat daftar saja. Tidak didukung adanya bukti seperti misalnya laporan arus kas, neraca laba-rugi, laporan sumber dana, dan sebagainya.
"Sehingga patut diduga harta kekayaan tersebut sebagai hasil tindak pidana korupsi," kata Ronald.
Dengan begitu, penuntut umum menolak seluruh dalil terdakwa.
Ditemui usai sidang, Sanusi mengatakan bahwa ia menyerahkan putusan pada majelis hakim. Yang jelas, menurutnya seluruh pembelaan dan pembuktian ia dasarkan pada fakta persidangan dan BAP. "Seluruh saksi juga tidak ada yang bilang ini duitnya dari korupsi, dari crime. Jadi saya serahkan saja penilaian pada hakim," tuturnya.
Sidang pun diskors selama seminggu hingga Kamis (29/12) dengan agenda pembacaan vonis dari majelis hakim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News