Reporter: Yudho Winarto | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Juru bicara Kepresidenan Julian Aldin Pasha membenarkan adanya pemberian grasi oleh Presiden terhadap terpidana mati dalam kasus narkotika, Deni Setia Maharwan alias Rafi dan Merika Pranola alias Ola alias Tania.
"Benar bahwa Presiden memberikan grasi itu. Tentunya dalam pemberian grasi yang jadi kewenangannya, Presiden berpedoman pasal 14 UUD '45," katanya, Jumat (12/10). Julian menjelaskan pemberian grasi telah sesuai prosedur yakni berdasarkan masukan Mahkamah Agung (MA), Kejaksaan Agung, Menkopolhukam, dan Kemenkum HAM.
Selain pertimbangan konstitusi itu, ada unsur kemanusiaan yang menjadi pertimbangan pemberian grasi. "Sehingga mengabulkan permohonan grasi dari hukuman mati menjadi penjara seumur hidup," jelasnya.
Yang perlu ditegaskan, penurunan hukuman itu tidak lantas terpidana bakal bebas. Tetap menjalani hukuman penjara seumur hidup. "Ini bahkan lebih berat dibanding hukuman 20 tahun penjara yang di dalam aturannya dinyatakan sebagai masa hukuman paling lama," ujarnya.
Satu lagi, SBY juga mempertimbangkan sejumlah kasus yang menimpa WNI di luar negeri. Tak sedikit WNI yang tersangkut masalah hukum terancam hukuman mati. "Banyak surat-surat permohonan peringanan hukuman mati itu yg Presiden kirimkan kepada raja dan pemimpin negara," ujarnya.
Hasilnya pun tidak sedikit WNI yang terancam hukuman mati mendapatkan grasi atau pengurangan masa hukuman, bahkan ada yang dibebaskan.
Sebagai informasi, Mahkamah Agung merilis data tentang dikabulkannya permohonan grasi terpidana mati kasus narkoba Deni Setia Maharwan alias Rafi dan Merika Pranola alias Ola alias Tania. Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7/G/2012 yang ditandatangani Presiden pada 25 Januari 2012 mengubah hukuman Deni menjadi hukuman seumur hidup.
Sebelumnya, pada 26 September 2011, Presiden juga mengeluarkan Keppres Nomor 35/G/2011 yang mengubah hukuman Ola dari hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News