Reporter: Yudho Winarto | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Pemerintah siap meladeni rencana pengajuan interpelasi DPR terkait keputusan pemberian grasi alias pengurangan masa hukuman kepada terpidana narkotika asal Australia, Schapelle Corby.
"Ini proses politik, mari kita lihat perjalanannya di parlemen. Jadi demokrasi bukan berarti harus selalu menganulir kewenangan-kewenangan lembaga yang lain," kata Menteri koordinasi Politik, Hukum, dan Keamanan, Djoko Suyanto, Selasa (29/5).
Djoko menegaskan, pemerintah memiliki alasan kuat untuk mengeluarkan kebijakan tersebut. Mengacu pada undang-undang dasar 1945 pasal 14, Presiden punya kewenangan untuk memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi.
Tidak hanya itu, grasi dan rehabilitasi diputuskan Presiden setelah melalui pertimbangan Mahkamah Agung (MA). Tidak terkecuali dalam kasus Corby. "Jadi meskipun di dalam UUD 45 mensyaratkan pertimbangan MA, tapi beliau juga mendengarkan saran dan opini dari yang lain," lanjut Djoko.
Djoko menuturkan, grasi tidak hanya diberikan kepada Corby semata. Ada warga negara asing lainya yang juga menerima grasi. Presiden juga kerap meminta pemerintah lain memberikan pengampunan bagi warga negara Indonesia.
Selain langkah interpelasi, pemerintah pun bersiap menghadapi upaya hukum melalui pengadilan tata usaha negara (PTUN) yang diajukan Granat. "Mari kita ikuti saja. Tapi juga harus dilihat, kewenangan memberikan grasi melekat pada presiden," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News