Reporter: Siti Masitoh | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Indeks harga konsumen (IHK) berpotensi mencatakan inflasi yang rendah, atau mengalami deflasi secara bulanan (month-to-month/mtm) dalam periode Juni hingga Agustus 2025.
Hal ini dipicu oleh sejumlah insentif fiskal yang digelontorkan pemerintah, seperti diskon tarif listrik dan bantuan sosial tunai (BSU), yang dinilai akan menekan tekanan inflasi dalam jangka pendek.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, mengungkapkan bahwa kebijakan diskon listrik sebesar 50% bagi pelanggan rumah tangga berdaya di bawah 1300 VA yang berlaku pada Juni–Juli diperkirakan akan memberikan dampak disinflasi atau perlambatan laju inflasi hingga 0,3 poin persentase terhadap inflasi tahunan.
“IHK mulai Juni 2025 berpotensi kembali mencatatkan inflasi yang sangat rendah, bahkan berpotensi mengalami deflasi secara bulanan, terutama karena dampak dari sejumlah insentif fiskal yang diberikan pemerintah, khususnya diskon tarif listrik dan BSU,” ujar Josua kepada Kontan, Senin (26/5).
Menurutnya, efek penurunan harga ini dinilai akan terasa lebih kuat pada skala bulanan, terutama karena biaya energi merupakan bagian dari komponen administered prices yang pada periode sebelumnya menjadi pendorong utama inflasi. Dengan subsidi tersebut, biaya energi akan menurun, mendorong laju IHK menjadi deflasi selama tiga bulan berturut-turut.
Baca Juga: Pemerintah Gelontorkan 6 Insentif Ekonomi,Deflasi Diramal Terjadi Pada Juni-Juli 2025
Namun demikian, Josua menekankan pentingnya kehati-hatian dalam membaca tren ini. Ia mengingatkan bahwa tekanan disinflasi harus berasal dari sisi pasokan, seperti efisiensi biaya, dan bukan akibat dari lemahnya permintaan yang bisa menjadi sinyal pelemahan ekonomi.
Meskipun efek stimulus fiskal dapat menahan laju inflasi dalam jangka pendek, Josua mengingatkan bahwa dampaknya bersifat temporer. Ia menegaskan perlunya antisipasi jika deflasi yang terjadi merupakan cerminan dari lemahnya permintaan domestik.
“Deflasi akibat stimulus semacam ini bisa dianggap positif dalam konteks menjaga daya beli masyarakat. Tetapi jika terjadi deflasi lanjutan akibat lemahnya permintaan, maka itu akan menjadi sinyal pelemahan ekonomi yang perlu diantisipasi melalui kebijakan lanjutan yang lebih struktural,” ungkapnya.
Ke depan, Josua membeberkan arah inflasi masih akan sangat bergantung pada berbagai faktor lain seperti stabilitas harga pangan, kebijakan tarif energi, fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, serta kondisi eksternal seperti dinamika perdagangan global.
Selain itu, ia menambahkan, meskipun ekspektasi inflasi konsumen dan pedagang relatif masih terjaga, ekspektasi untuk enam bulan mendatang menunjukkan kecenderungan naik, yang bisa mencerminkan potensi kenaikan harga bila permintaan membaik atau jika subsidi-subsidi dicabut pasca Juli 2025.
Baca Juga: Pemerintah akan Beri Diskon PPN Pembelian Tiket Pesawat, Berlaku Mulai 5 Juni 2025
Maka dari itu, ia menghimbau agar Pemerintah dan Bank Indonesia terus menjaga koordinasi dalam merespons kondisi ini, agar ekspektasi inflasi tetap terkendali, dan konsumsi serta investasi dapat terus didorong secara berkelanjutan.
Berikut daftar 6 insentif pemeirntah:
1. Insentif PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk tiket pesawat;
2. Diskon tarif tol;
3. Diskon tarif listrik untuk pelanggan 1.300 VA;
4. Subsidi upah untuk pekerja bergaji Rp 3,5 juta/bulan;
5. Insentif iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).
6. Tambahan alokasi bansos bantuan pangan bagi 18,3 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM)
Baca Juga: Menakar Dampak 6 Insentif Baru Pemerintah Terhadap Potensi Deflasi
Selanjutnya: Simpanan Nasabah Kaya di Perbankan Tumbuh Tipis hingga April 2025
Menarik Dibaca: 5 Jamu Tradisional untuk Mengatasi Jerawat dari Dalam, Tertarik Coba?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News