Reporter: Femi Adi Soempeno, Vanroy P. (Tribunnews.com) |
Inilah penelusuran Tribunnews terkait kondisi Rumah Tahanan Mako Brimob di Depok yang bisa dijebol oleh Gayus Tambunan hingga menghebokan masyarakat Indonesia. Penjagaan di rutan ini terkenal sangat ketat. Bahkan tak sedikit yang menyebutnya sebagai rutan yang "angker". Sekeliling penjara dipagari dengan tembok setinggi sekitar 4 meter. Tiga hingga lima personel Brimob selalu berjaga di depan pintu masuk rutan. Belum lagi keberadaan akses masuk dan keluar para pengunjung yang dikondisikan hanya satu unit.
Fajar hampir menyingsing kala puluhan anggota divisi profesi dan pengamanan (Propam) dari Mabes Polri menyambangi penjara berbentuk rumah itu. Jam menunjukkan sekitar pukul 16.00 WIB ketika mereka memenuhi bagian depan dan dalam rumah tahanan yang berada di Markas Komando Brigadir Mobile (Mako Brimob).
Letaknya tak seberapa jauh dari gerbang masuk utama Mako Brimob. Bahkan rumah tahanan yang berada di sisi sebelah kanan dari gerbang masuk utama itu dapat ditempuh dengan hanya berjalan kaki. Namun tidak semudah itu dapat masuk melalui pintu gerbang utama. Untuk mereka yang tak dapat masuk lewat pintu gerbang utama, tersedia jalan yang jalurnya melintasi asrama para anggota korps baret biru.
Rutan terbagi dalam tiga blok. Blok A dihuni para tersangka teroris. Blok B ada Komisaris Jenderal Susno Duadji, terdakwa kasus gratifikasi dalam penanganan masalah hukum PT Salmah Arowana Lestari dan korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008. Dulunya, Muchdi Purwoprandjono, Aulia Pohan dan Bibit Samad Rianto menghuni blok ini.
Gayus Tambunan menghuni Blok C. Di blok yang berada di paling ujung rutan ini, jaksa Urip Tri Gunawan, Hamka Yandhu, Williardi Wizard, Bun Bunan Hutapea (terpidana kasus Bank Indonesia) dan Antony Zeidra Abidin menjadi satu "keluarga". Chandra M Hamzah merupakan alumni blok ini.
Untuk satu blok di penjara itu, ruangan tahanan yang tersedia tak banyak. Blok B terhitung sebagai blok dengan ruang tahanan paling sedikit yakni empat ruangan. Sisanya Blok A dan Blok C menyumbang 10 ruang tahanan.
Sel di Blok B dilengkapi kasur pegas dan mesin penyejuk udara. Selain itu ada televisi 14 inch, dan kamar mandi.
Di Blok C, terdapat sebuah ruangan seperti lobi sebuah bangunan, tempat para penghuni ruang tahanan bercengkerama menghabiskan masa hukuman. Di sana teronggok sebuah televisi 14 inch. Biasanya para tahanan bercengkerama atau menonton televisi di sana sembari mengopi.
Gayus dijemput paksa Densus 88
Penjagaan di rutan ini terkenal sangat ketat. Bahkan tak sedikit yang menyebutnya sebagai rutan yang "angker". Sekeliling penjara dipagari dengan tembok setinggi sekitar 4 meter. Tiga hingga lima personel Brimob selalu berjaga di depan pintu masuk rutan. Belum lagi keberadaan akses masuk dan keluar para pengunjung yang dikondisikan hanya satu unit.
Dalam sepekan, waktu kunjung hanya Selasa dan Jumat. Waktu kunjung yang diberikan pun tak lama, hanya dua jam. Jika ingin masuk berkunjung ke dalam rutan untuk sekadar menjenguk kerabat, saudara, sanak, atau teman mereka yang menjadi penghuni rutan, pengunjung harus merelakan dirinya menjalani pemeriksaan oleh petugas jaga dan lalu meninggalkan telepon genggam selular atau kamera mereka pada petugas jaga di luar pintu masuk.
Saat sudah berada di dalam rutan pun, pengamanan juga sangat ketat. Banyak petugas jaga wara-wiri di sana. Namun, semua "keangkeran" rutan itu lenyap pada Sabtu (6/11) itu. Puluhan pria berbadan tegap dengan seragam khas kepolisian "mengacak-acak" ketenangan rutan itu. Mereka langsung bergegas menerobos masuk menuju blok C. Tepatnya menuju sel tahanan Gayus Tambunan untuk melihat apakah si penghuni sel berada di sana atau tidak.
Kesalnya mereka mendapati Gayus tak berada di sana. Raut kemarahan di wajah mereka semakin menjadi kala mereka juga tak menemui Williardi Wizar, terpidana 12 tahun kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen tak ada di selnya.
Kepala Korps Brimob Irjen Syafei Aksal yang turut bersama puluhan anggota Propam memeriksa sel demi sel di rutan itu hanya mendapati mantan Kabareskrim Polri Komjen Pol Susno Duadji meringkuk di selnya.
Situasi makin menegang saat malam mulai menjelang. Selepas maghrib, sekitar pukul 19.00, seorang pria berbadan tambun tergesa-gesa masuk menyusul ke rutan tersebut. Dia adalah Kepala Badan reserse kriminal Polri Komjen Pol Ito Sumardi.
Kehadiran Jenderal berkumis melintang itu berkat hardikan disertai perintah dari Wakapolri Komjen Pol Jusuf Manggarani yang sebelumnya sudah mendapat informasi bahwa Gayus Tambunan tak berada di selnya. Apalagi, dirinya juga sempat berpapasan dengan Gayus di sebuah pesta pernikahan anak seorang pejabat negara di wilayah Jakarta Utara.
Bahkan Jusuf sudah terlebih dahulu menyambangi rutan itu, mencari tahu kebenaran informasi yang didapatnya. Ito memerintah dengan cepat. Sembilan penjaga rumah tahanan terkumpul di satu ruangan. Sumber di kepolisian mengatakan, mereka diinterogasi perihal "kaburnya" Gayus.
Tak mendapat jawaban memuaskan, Ito berang. Dirinya pun memerintahkan pencarian terhadap Gayus. Bahkan sebuah titah tambahan juga didengungkannya.
"Kalau sampai lewat jam 00.00 Wib hari Sabtu itu Gayus tidak kembali, maka akan dikeluarkan perintah tembak di tempat kepada Gayus," ujar sumber mengulangi titah Ito. Ito membantah adanya perintah itu. "Bukan tembak di tempat, tapi upaya paksa," klarifikasinya.
Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane mengaku kepanikan menyerang seluruh anggota Polri bahkan sejak Jumat malam. Jumat malam sampai Sabtu pagi, Polri sibuk berkoordinasi dengan Imigrasi dan meminta Gayus diblokir," ujarnya.
Neta mengimbuhkan, dalam pencarian Gayus itu, Polri juga sempat menyerahkan empat sketsa wajah Gayus dengan berbagai versi kepada pihak Imigrasi agar Gayus tidak keluar dari Indonesia.
"Tiga pejabat Polri intensif koordinasi dengan Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta sampai Sabtu pagi agar menangkal Gayus ke luar negeri," ungkapnya.
Menjelang tengah malam di hari Sabtu itu, polisi akhirnya berhasil mengetahui keberadaan Gayus Tambunan. Dia berada di rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Gayus pun dijemput dan digiring kembali bersama dua orang polisi yang turut mengawalnya saat keluar, kembali ke rutan. Tak tanggung-tanggung, Densus 88 Anti Teror yang menjemputnya.
Sesampai di tahanan Markas Komando Brimob, Gayus langsung diperiksa secara intensif. Mantan Kepala rutan Mako Brimob dan delapan anggota petugas jaga pun turut diperiksa. Polri pun menginterogasi Susno Duadji dan Williardi Wizar akibat kejadian itu.
Kesembilan petugas jaga rutan dan Gayus pun menjadi tersangka karena kejadian itu. Polri mengklaim, menerima dan memberi suap menjadi alasan kuat mereka menjadi tersangka. "Berapa yang mereka terima itu belum konkret, tapi paling tidak totalnya antara Rp 50 juta - Rp 60 juta untuk si Kompol (Iwan Siswanto)," tutur Kadiv Humas Polri Irjen Pol Iskandar Hasan di Mabes Polri Jakarta, Kamis (11/11).
Atas tindak pidana itu, kesembilannya terancam pelanggaran Pasal 5 ayat 2, Pasal 11, dan Pasal 12 Uu nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 KUHP. Dua hari kemudian, Polri menahan mereka, kecuali Gayus yang memang sudah berstatus tahanan.
Belakangan diketahui, Gayus sudah keluar dari ruang tahanan Mako Brimob sejak Juli lalu. Selain dirinya, Susno dan Williardi juga diketahui sering keluar masuk rutan sejak Agustus lalu. Saat tak ada di tempat pada Sabtu itu, Gayus tengah izin keluar tahanan pada Kompol Iwan.
Izin yang dilayangkannya sejak Rabu sore sepulangnya dia dari pengadilan negeri Jakarta Selatan menjalani persidangan lanjutan kasus mafia hukum yang menyeretnya sebagai terdakwa. Namun hingga Sabtu, Gayus tak kunjung pulang ke rutan.
Ia terlalu terlena menikmati indahnya Pulau Dewata yang saat dirinya disana menyuguhkan penampilan ciamik para petenis putri internasional dalam sebuah turnamen tenis Commonwealth Bank Tournament of Champions 2010 di Nusa Dua, Bali, 4 hingga 7 November 2010.
Meski awalnya sama-sama menampik, baik Polri dan Gayus akhirnya mengakui bahwa Gayus pergi ke Pulau Dewata dalam "kebebasannya" dari rutan tersebut. Gayus bahkan membumbuinya dengan tangisan dari kursi pesakitan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Biar tidak berpolemik terlalu panjang, benar yang di Bali itu saya. Sebenarnya saya menyesal, saya sedih. Saya tidak mau orang lain tahu apa yang sedang saya rasakan. Saya hanya kangen sama istri dan anak-anak," ujar Gayus Senin (15/11).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News