Reporter: Siti Masitoh, Syamsul Ashar | Editor: Syamsul Azhar
Keenam alasan inilah yang menjadi dasar pemerintah dan DPR kembali memasukkan pasal penghinaan presiden pada RUU KUHP.
Berdasarkan hasil pembahasan RUU KUHP hingga September 2019 pasal penghinaan presiden ini diatur dalam beberapa pasal meliputi:
Pasal 218
(1) Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri
Pada penjelasan Pasal Pasal 218 menyebutkan,
Ayat (1): Yang dimaksud dengan “menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri” pada dasarnya merupakan penghinaan yang menyerang nama baik atau harga diri Presiden atau Wakil Presiden di muka umum, termasuk menista dengan surat, memfitnah, dan menghina dengan tujuan memfitnah.
Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk meniadakan atau mengurangi kebebasan mengajukan kritik ataupun pendapat yang berbeda atas kebijakan pemerintah.
Penghinaan pada hakikatnya merupakan perbuatan yang sangat tercela, jika dilihat dari berbagai aspek antara lain moral, agama, nilai-nilai
Selain itu ada juga pengaturan di Pasal 219 yang berbunyi:
Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Sementara pada pasal 220 yang juga berisi pasal penghinaan preisden menyatakan:
(1) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.
(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden.
Pasal 220 RUU KUHP ini mengadopsi putusan hakim MK, yang menyatakan masih mengatur pasal penghinaan presiden yakni yang ada di pasal 310 undang-undang lama yang tidak dicabut atau dibatalkan oleh MK.
Selain itu RUU KUHP juga mengatur pasal penghinaan presiden di Bab IX mengatur Tindak Pidana Terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara
Misalnya di Pasal 353 yang berbunyi:
(1) Setiap Orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
(3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina.
Ada juga pengauran di Pasal 354:
Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
Pasal 439
Ayat (1)
Ketentuan ini memuat ketentuan dasar Tindak Pidana yang termasuk kategori penghinaan dalam Bab ini. Yang dimaksud dengan perbuatan “penghinaan” adalah menyerang kehormatan atau nama baik orang lain.
Sifat dari perbuatan pencemaran adalah jika perbuatan penghinaan yang dilakukan dengan cara menuduh, baik secara lisan, tulisan, maupun dengan gambar, yang menyerang kehormatan dan nama baik seseorang, sehingga merugikan orang tersebut.
Perbuatan yang dituduhkan tidak perlu harus suatu Tindak Pidana. Tindak Pidana menurut ketentuan dalam Pasal ini objeknya adalah orang perseorangan. Penistaan terhadap lembaga pemerintah atau sekelompok orang tidak termasuk ketentuan Pasal ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News