kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Inilah data kenaikan UMP tahun 2022 di 31 provinsi, Kemnaker sebut upah sudah tinggi


Selasa, 23 November 2021 / 11:34 WIB
Inilah data kenaikan UMP tahun 2022 di 31 provinsi, Kemnaker sebut upah sudah tinggi
ILUSTRASI. Inilah data kenaikan UMP tahun 2022 di 31 provinsi, Kemnaker sebut upah sudah tinggi


Reporter: Adi Wikanto, Vendy Yhulia Susanto | Editor: Adi Wikanto

Tak hanya mengecewakan bagi buruh, kenaikan UMP di daerah industri seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Riau dll tersebut juga bakal memberi efek minim bagi pertumbuhan ekonomi tahun 2022.

Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, kenaikan UMP tahun 2022 relatif kecil dibanding tahun-tahun sebelumnya. Padahal, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi di atas 5% dan inflasi di kisaran 3% pada tahun depan.

"Ini kan akhirnya akan menahan konsumsi, khususnya konsumsi kelas menengah ke bawah di tahun depan karena kenaikannya tidak signifikan dibandingkan dengan target inflasi maupun pertumbuhan ekonomi tahun depan," ujar Yusuf saat dihubungi, Senin (22/11).

Yusuf mengatakan, tingkat konsumsi dan daya beli masyarakat dapat meningkat apabila pemerintah menerbitkan kebijakan tambahan untuk mendongkrak daya beli kelas pekerja menengah ke bawah. Misalnya tahun ini pemerintah menyiapkan bantuan sosial tunai maupun bantuan subsidi upah.

Baca Juga: Tak menguntungkan pekerja, rumus penetapan upah minimum perlu dikoreksi

"Pertanyaannya adalah apakah pemerintah mau menyiapkan program yang relatif mirip dengan yang disediakan di tahun ini dan tahun lalu ketika pemerintah di saat bersamaan menekan defisit fiskal," ujar Yusuf.

Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, memprediksi tingkat konsumsi masyarakat akan turun seiring dengan kenaikan UMP 2022 yang relatif rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Sebab, tahun depan diproyeksikan inflasi mendekati 3%.

"Bagaimana bicara daya beli optimal, konsumsi mereka akan menyesuaikan," ucap Tauhid.

Dia khawatir kenaikan UMP yang rendah ini berdampak pada tidak diimpelementasikannya kenaikan tersebut di lapangan. "PP 36/2021 jadinya kontraproduktif," ujar Tauhid.

Baca Juga: Kenaikan upah minimum tahun 2022 rata-rata 1,09%, ini kata ekonom

Tauhid menilai, kenaikan UMP tidak akan sampai 3% pada tahun-tahun berikutnya, meski ekonomi sudah membaik ke depannya. Lebih lanjut, Tauhid menilai UMP tidak serta merta menjadi instrumen untuk mengentaskan kemiskinan. Sebab, untuk pengentasan kemiskinan diperlukan adanya penciptaan lapangan kerja.

"Tergantung katakanlah kalau misalnya ada investasi baru masuk dengan standar upah yang seperti ini. Mungkin dari sisi itu bisa mendorong katakanlah orang yang menganggur atau berada di bawah garis kemiskinan bisa mendapatkan pekerjaan karena upah yang seperti ini. Tapi saya kurang begitu yakin kalau misalnya upah ini bisa langsung mengurangi kemiskinan," jelas Tauhid.

Dikutip dari situs Kemenaker, Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Dita Indah Sari, mengatakan bahwa kondisi saat ini upah minimum di Indonesia terlalu tinggi jika dikomparasi atau dibandingkan dengan nilai produktivitas tenaga kerja. Menurutnya, nilai efektivitas tenaga kerja di Indonesia masih berada di urutan ke-13 Asia. "Baik jam kerjanya, maupun tenaga kerjanya, ini umum secara nasional. Komparasinya ketinggian itu dengan produktivitas," kata Dita Indah Sari.

Selain itu, menurut Dita, dari sisi jam kerja saja, di Indonesia sudah terlalu banyak hari libur bagi pekerja. Bila dibandingkan dengan negara Asia Tenggara saja, jumlah hari libur di Indonesia masih terlalu banyak. "Dari segi jam kerja dan jumlah libur kita ini gede, banyak," ujar Dita.

Sebagai perbandingan adalah Thailand. Jam kerja di Indonesia lebih sedikit di tiap minggunya. Di mana Thailand dalam seminggu jam kerja mencapai 42 s.d 44 jam. Sementara di Indonesia hanya 40 jam.

Sementara untuk hari libur, di Indonesia dalam setahun dapat mencapai 20 hari libur. Belum lagi ditambah dengan beragam cuti. Sedangkan di Thailand dalam setahun tidak lebih 15 hari libur.

Dengan semakin sedikitnya jam kerja, kata Dita, output atau hasil kerja yang dilakukan tenaga kerja di Indonesia pun menjadi sedikit. Sehingga hal ini berpengaruh terhadap nilai produktivitas yang rendah.

Dita menambahkan, produktivitas Indonesia pun masih kalah dari Thailand. Di mana Thailand poinnya mencapai 30,9 sedangkan Indonesia hanya 23,9. Adapun dari sisi upah, upah minimum di Indonesia justru lebih tinggi dari Thailand.

Di Thailand dengan nilai produktivitas 30,9 poin upah minimumnya mencapai Rp4.104.475, upah minimum tersebut diberlakukan di Phuket. Sementara itu di Indonesia, dengan upah minimum di Jakarta mencapai Rp4.453.724, nilai produktivitasnya cuma mencapai 23,9 poin saja.

Demikianlah daftar UMP tahun 2022 di berbagai daerah di Indonesia seperti Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bangka Belitung, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi hingga Papua.

 

Selanjutnya:

Selanjutnya: UMP tahun 2022 seperti Jakarta, Banten, Jatim dll naik tipis, daya beli tertekan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×