Reporter: Ratih Waseso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Agar suatu negara dapat kembali menjalankan kegiatan sosial ekonomi di tengah pandemi virus korona (Covid-19) maka harus menetapkan indikator kesehatan masyarakat.
Rekomendasi WHO sendiri terdapat tiga indikator yang harus dipenuhi dari setiap daerah untuk tentukan bisa tidaknya memulai kegiatan sosial ekonomi di tengah pandemi.
Baca Juga: Sudah ada 6.347 warga ajukan SIKM Jakarta, mayoritas ditolak Pemprov DKI
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito menuturkan tiga aspek indikator kesehatan masyarakat tersebut ialah, gambaran epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat, dan layanan kesehatan.
Indikator epidemiologi dilihat dari penurunan jumlah kasus selama dua minggu sejak puncak terakhir untuk penambahan kasus positif Covid-19 sebanyak 50%.
Lebih lanjut dijelaskan Wiku, penurunan 50% atau lebih besar dari 50% selama dua minggu juga berlaku untuk kasus ODP dan PDP. Sedangkan untuk jumlah yang meninggal karena terkonfirmasi Covid-19 juga harus terus menurun, namun tanpa ada target angka.
"Yang bagus apabila selama dua minggu sejak puncak terakhir itu 50% penurunannya. Misal kalau tidak menurun 50% selama 2 minggu belum bisa dianggap baik, nah diharapkan masyarakat dan pemerintah betul-betul menurunkan kasusnya dengan protokol kesehatan, kalau dilakukan secara kolektif pasti menurun," jelas Wiku saat teleconference di BNPB pada Selasa (26/5).
Baca Juga: YLKI: Rencana pembukaan kembali mal pada 5 Juni terlalu gegabah
Selanjutnya ialah, aspek surveilans kesehatan masyarakat. Wiku menerangkan, tingkat pemeriksaan kepada masyarakat disuatu daerah harus terus mengningkat dengan hasil positif yang kecil.
"Jadi aspek epidemiologis kita minta turun, tapi surveilans kesehatan masyarakat naik. Semakin banyak yang diperiksa atau di test dan hasilnya harus sedikit yang positif. Jangan sampai epidemiologis turun tapi ternyata surveilans-nya tidak dilakukan," imbuhnya.
Ketiga ialah aspek, layanan kesehatan juga harus dipastikan terpenuhi, misalnya alat kesehatan dari segi jumlah tempat tidur di rumah sakit di daerah tersebut, hingga APD yang tersedia.
Baca Juga: TNI dan Polri lakukan pendisiplinan PSBB di 1.800 objek
"Dari gambaran itu setiap daerah kan berbeda, nah nanti kita akan punya peta resiko dari seluruh daerah di Indonesia," kata Wiku.
Wiku memberi contoh bahwa di Jakarta tren sudah terlihat adanya penurunan, dibanding Jawa Timur yang masih tunjukkan tren mulai meningkat. "Jakarta sudah mulai menurun. Namun, pemudik yang nekat balik nanti bila tidak dicegah bisa menimbulkan second wave," ungkapnya.
Guna memudahkan masyarakat, Wiku menyarankan agar setiap masyarakat dapat memanfaatkan aplikasi Bersatu Lawan COVID (BLC). Dimana di dalamnya akan tersedia data tingkat resiko di setiap daerah hingga masyarakat juga dapat melakukan konsultasi mengenai Covid-19.
Baca Juga: Catat ya bagi warga yang terlanjur mudik, masuk Jakarta wajib rapid test dan tes PCR
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News