Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aliran dana asing diproyeksi kembali masuk ke Indonesia hingga akhir tahun 2025. Sejumlah sentimen diproyeksi akan mempengaruhi aliran dana asing seperti kebijakan Federal Reserve (The Fed), data inflasi Amerika Serikat (AS) dan kondisi ekonomi China.
Analis Ekuator Swarna Sekuritas David Sutyanto mengatakan, pasar global saat ini tengah menunggu kepastian arah kebijakan suku bunga AS. Di mana, tanda-tanda yang muncul menunjukkan suku bunga tinggi The Fed sudah mendekati puncaknya dan potensi pelonggaran mulai terlihat.
“Inflasi di AS turun cukup konsisten, sehingga ruang bagi The Fed untuk mulai menurunkan suku bunga pada awal tahun depan semakin terbuka,” ujar David kepada Kontan, Minggu (27/10/2025).
Baca Juga: Kebijakan Moneter & Fiskal Berpeluang Tarik Arus Modal Asing di Sisa Kuartal IV 2025
Menurutnya, kondisi ini meningkatkan minat terhadap aset di negara berkembang seperti Indonesia. Sementara itu, Bank Indonesia (BI) masih menahan suku bunga acuan di level 4,75% untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan inflasi.
“Kombinasi kebijakan yang hati-hati dari BI dan ekspektasi pelonggaran global menciptakan daya tarik tersendiri bagi investor asing,” jelasnya.
Optimisme pasar tercermin dari CSA Index Oktober 2025 yang melonjak ke 85,4 dari 65,4 pada bulan sebelumnya. Lonjakan ini menandakan kepercayaan investor terhadap pasar Indonesia mulai pulih.
“Investor asing melihat momentum ini sebagai waktu yang tepat untuk kembali masuk ke pasar domestik, baik ke saham maupun ke surat utang,” kata David.
Lebih lanjut David bilang, kalau ekonomi Tiongkok mulai pulih dan permintaan komoditas meningkat, itu akan berdampak positif bagi Indonesia sebagai eksportir batubara, nikel, dan kelapa sawit. Imbasnya, harga komoditas bisa menguat, dan otomatis memperbaiki daya tarik aset Indonesia di mata investor global.
Dari sisi domestik, fundamental ekonomi Indonesia masih solid. Pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga diperkirakan di kisaran 5,1%–5,2%, inflasi di bawah 3%, dan rupiah relatif stabil di sekitar Rp15.500 per dolar AS.
“Semua ini memperkuat persepsi bahwa Indonesia sedang berada di jalur yang benar. Lonjakan CSA Index menjadi indikator paling jelas bahwa optimisme investor meningkat pesat,” katanya.
David memperkirakan rupiah akan tetap stabil dengan kecenderungan menguat menjelang akhir tahun. Dukungan datang dari ekspektasi penurunan suku bunga global, surplus neraca perdagangan, dan kebijakan BI yang disiplin menjaga likuiditas valas.
Baca Juga: BI: Dana Asing Cabut Rp 940 Miliar di Minggu Keempat Oktober 2025
“Dengan tekanan terhadap dolar AS yang mulai berkurang, rupiah punya peluang untuk bergerak di kisaran Rp 15.300– Rp 15.800 per dolar AS,” ujarnya.
Meski masih ada risiko dari fluktuasi harga minyak dan ketegangan geopolitik, ia menilai fondasi ekonomi Indonesia cukup kuat untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Menurut David, kepercayaan diri investor sudah pulih, tercermin dari lonjakan CSA Index ke level tertinggi tahun ini.
“Rupiah cenderung stabil, IHSG berada di tren penguatan, dan arus modal asing berpotensi tetap masuk terutama ke sektor-sektor unggulan seperti keuangan, energi, teknologi, dan konsumsi,” paparnya.
Setelah periode ketidakpastian yang panjang, David menyebut ekonomi Indonesia menurutnya kembali memancarkan keyakinan bahwa fundamental kita masih kuat, dan peluang tumbuh di tengah transisi global semakin terbuka lebar.
Selanjutnya: ACC: Tren Penurunan Kupon Obligasi Bisa Ringankan Biaya Dana Industri Pembiayaan
Menarik Dibaca: IHSG Diperkirakan Terkoreksi, Ini Rekomendasi Saham MNC Sekuritas (27/10)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













