Reporter: Bidara Pink | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menganggarkan biaya penanganan pandemi Covid-19 sebesar Rp 695,20 triliun. Besaran tersebut ditetapkan untuk menangani masalah kesehatan, perlindungan sosial, serta dukungan UMKM, dunia usaha, serta Pemerintah Daerah (Pemda).
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani pun menjelaskan realisasi stimulus fiskal tersebut masih tercatat rendah. Pasalnya, masih menghadapi tantangan di level operasional dan proses administrasi.
Baca Juga: Bank dan fintech kini bisa jadi agen penjual SBSN lewat bookbuilding di pasar perdana
"Mengingat stimulus ini baru awal dan akan dilakukan perbaikan untuk percepatan. Mari kita lihat perkembangannya hingga hari ini," kata Sri Mulyani, Sabtu (27/6) dalam acara Business Talk Series Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor (SB-IPB).
Pertama, stimulus fiskal untuk penanganan kesehatan baru terealisasi 4,68% dari total yang telah dianggarkan sebesar Rp 87,55 triliun. Lambatnya realisasi, disebutkan sebagai imbas dari adanya gap antara realisasi keuangan dan fisik sehingga perlu percepatan proses administrasi penagihan.
"Masih terhambat masalah verifikasi dokter bertugas di mana, rumah sakitnya di mana, dan lain-lain. Sehingga ini mengapa masih ada tenaga kesehatan yang belum mendapat kompensasi, juga kompensasi untuk yang meninggal," tambah Sri Mulyani.
Seperti yang kita ketahui, anggaran bagi stimulus fiskal penanganan kesehatan ditujukan untuk perbaikan penanganan kasus Covid-19, insentif tenaga kesehatan, serta biaya klaim pasien.
Baca Juga: Dapat penempatan dana pemerintah, Bank BRI akan kian fokus dukung UMKM
Kedua, stimulus fiskal untuk perlindungan sosial baru terealisasi 34,06% dari total yang telah dianggarkan sebesar Rp 203,90 triliun. Kata Sri Mulyani, penyerapan masih rendah khususnya untuk program Pra Kerja, Bantuan Langsung Tunai (BLT), serta dana desa.