Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
Selain itu, mendapatkan penghargaan masa kerja maksimal 10 bulan upah, dan penggantian hak minimal 15% dari toal pesangon dan/atau penghargaan masa kerja.
"Dengan kata lain, pesangon yang sudah diatur dengan baik di dalam UU 13/2003 justru akan dihilangkan dan digantikan dengan istilah baru, tunjangan PHK yang hanya 6 bulan upah. Padahal sebelumnya, buruh berhak mendapatkan hingga 36 bulan upah lebih," ujar dia.
Ketiga, fleksibilitas pasar kerja/penggunaan outsourcing diperluas. Dalam omnibus law, dikenalkan istilah fleksibilitas pasar kerja.
Menurut dia, istilah fleksibilitas pasar kerja adalah tidak adanya kepastian kerja dan pengangkatan karyawan tetap (PKWTT). Dalam hal ini, outsourcing dibebaskan di semua lini produksi," kata pria yang juga menjadi Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) itu.
"Jika di UU 13/2003 outsourcing hanya dibatasi pada lima jenis pekerjaan, nampaknya ke depan semua jenis pekerjaan bisa dioutsoursing-kan. Jika ini terjadi, masa depan buruh tidak jelas. Sudahlah hubungan kerjanya fleksibel yang artinya sangat mudah di PHK, tidak ada lagi upah minimum, dan pesangon dihapuskan," ucap dia.
Keempat, lapangan pekerjaan yang tersedia berpotensi diisi oleh tenaga kerja asing (TKA) unskill.
Baca Juga: KSPI sebut Indonesia belum siap terapkan sistem upah per jam, alasannya?
Menurut Said, dalam omnibus law ada wacana semua persyaratan TKA yang selama ini berlaku akan dihapus. Sehingga TKA bisa bebas sebebas-bebasnya bekerja di Indonesia.
"Hal ini, tentu saja akan mengancam ketersediaan lapangan kerja untuk orang Indonesia. Karena pekerjaan yang mustinya bisa ditempati oleh orang lokal diisi oleh TKA," ungkap dia.
Kelima, jaminan sosial terancam hilang. Said menilai, dengan skema sebagaimana tersebut di atas, jaminan sosial pun terancam hilang. Khususnya jaminan hari tua dan jaminan pensiun.
Hal ini akibat dari adanya sistem kerja yang fleksibel. Sebagaimana diketahui, agar bisa mendapat jaminan pensiun dan jaminan hari tua, maka harus ada kepastian pekerjaan.
Menurut Said, jika mencermati wacana omnibus law, ia menyimpulkan bahwa ini adalah bagian untuk menghilangkan kesejahteraan para pekerja. Oleh karena itu, ini bukan hanya permasalahan pekerja. Akan tetapi juga permasalahan seluruh rakyat Indonesia.
"Bagaimana mau mendapatkan jaminan pensiun, jika pekerja setiap tahun berpindah pekerjaan dan hanya mendapatkan upah selama beberapa jam saja dalam sehari yang besarnya di bawah upah minimum?," pungkas Said.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News