Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Nilai tukar rupiah melemah di hadapan dollar Amerika Serikat (AS). Di pasar spot, Kamis (19/5), valuasi rupiah merosot 1,38% ke level Rp 13.565 per dollat AS dibanding hari sebelumnya.
Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), posisi mata uang Garuda melorot 1,11% di level Rp 13.467 per dollar AS.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, gejolak pelemahan rupiah dipicu menguatnya spekulasi kenaikan suku bunga The Fed.
Petinggi Federal Open Market Committee (FOMC) meyakini adanya kesempatan kenaikan suku bunga The Fed pada Juni mendatang sejalan dengan data-data ekonomi AS.
Agus juga melihat, gelojak tersebut dipicu oleh kondisi semakin tingginya kemungkinan Inggris keluar dari Eropa. Selain itu, gejolak juga dipicu oleh stok bahan bakar minyak di AS yang sedikit menurun.
"Tetapi BI terus ada di pasar dan menjaga rupiah di kisaran fundamnetal kita," kata Agus, Kamis (19/5).
Agus menambahkan, fundamental ekonomi Indonesia tahun ini lebih kuat dibanding tahun lalu. Hal tersebut tercermin dari inflasi yang rendah, yaitu sebesat 3,6% year on year (YoY) sampai akhir April 2016.
Selain itu, defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) kuartal pertama mengalami perbaikan menjadi 2,1% dari produk domestik bruto (PDB).
Di sisi lain, pemerintah juga melakukan langkah-langkah dan berkomitmen untuk melakukan reformasi struktural dengan berbagai kebijakan untuk perbaikan infrastruktur, sumber daya manusia, perbaikan kelembagaan termasuk menjaga daya saing Indonesia, dan efisiensi perizinan di Indonesia.
"Itu adalah bentuk daya tahan yang akan membuat kalaupun di luar negeri terjadi ada perubahan-perubahan, tetap di Indonesia akan terjaga stabilitas sistem keuangan dan pertumbuhan ekonominya," ujar Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News