kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ini Isi Lengkap PMK 196 Tahun 2021 Tentang Amnesty Pajak, Berlaku Mulai 2022


Selasa, 28 Desember 2021 / 09:28 WIB
Ini Isi Lengkap PMK 196 Tahun 2021 Tentang Amnesty Pajak, Berlaku Mulai 2022
ILUSTRASI. Ini Isi Lengkap PMK 196 Tahun 2021 Tentang Amnesty Pajak, Berlaku Mulai 2022


Reporter: Khomarul Hidayat | Editor: Adi Wikanto

BAB II

PENGUNGKAPAN HARTA BERSIH YANG TIDAK ATAU KURANG DIUNGKAPKAN DALAM SURAT PERNYATAAN

Pasal 2

(1) Wajib Pajak dapat mengungkapkan Harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum menemukan data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud.

(2) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Wajib Pajak yang telah mendapatkan pengampunan pajak sebagaimana diatur dalam Undang­ Undang Pengampunan Pajak.

(3) Harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan nilai Harta dikurangi nilai Utang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak.

(4) Harta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan Harta yang diperoleh Wajib Pajak sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015.

(5) Harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Pasal 3

(1) Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.

(2) Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar:

a. 6% (enam persen) atas Harta bersih yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan ketentuan diinvestasikan pada:

1. kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau

2. Surat Berharga Negara;

b. 8% (delapan persen) atas Harta bersih yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak diinvestasikan pada:

1. kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau

2. Surat Berharga Negara;

c. 6% (enam persen) atas Harta bersih yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan ketentuan:

1. dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan

2. diinvestasikan pada:

a) kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau

b) Surat Berharga Negara;

d. 8% (delapan persen) atas Harta bersih yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan ketentuan:

1. dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan

2. tidak diinvestasikan pada:

a) kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau

b) Surat Berharga Negara; atau

e. 11% (sebelas persen) atas Harta bersih yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(3) Dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yakni sebesar jumlah Harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan.

(4) Nilai Harta yang dijadikan pedoman untuk menghitung besarnya jumlah Harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan berdasarkan:

a. nilai nominal, untuk Harta berupa kas atau setara kas;

b. nilai yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu Nilai Jual Objek Pajak, untuk tanah dan/atau bangunan dan nilai jual kendaraan bermotor, untuk kendaraan bermotor;

c. nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan perak;

d. nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia, untuk saham dan waran (warrant) yang diperjualbelikan di PT Bursa Efek Indonesia; dan/atau

e. nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia, untuk:

1. Surat Berharga Negara; dan

2. efek bersifat Utang dan/atau sukuk yang diterbitkan oleh perusahaan, sesuai kondisi dan keadaan Harta pada akhir Tahun Pajak Terakhir.

(5) Dalam hal tidak terdapat nilai yang dapat dijadikan pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b sampai dengan huruf e, nilai Harta ditentukan berdasarkan nilai dari hasil penilaian kantor jasa penilai publik.

(6) Dalam hal nilai Harta sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menggunakan satuan mata uang selain Rupiah, nilai Harta ditentukan dalam mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak sesuai dengan tanggal pada akhir Tahun Pajak Terakhir.

(7) Ketentuan penggunaan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak sesuai dengan tanggal pada akhir Tahun Pajak Terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berlaku juga untuk menghitung nilai Utang dalam hal nilai Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) menggunakan satuan mata uang selain Rupiah.

(8) Kurs yang digunakan untuk penghitungan pajak sesuai dengan tanggal pada akhir Tahun Pajak Terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) berlaku ketentuan:

a. untuk akhir Tahun Pajak pada tanggal 31 Desember 2015 menggunakan kurs sesuai Keputusan Menteri Nomor 61/KM.10/2015 tentang Nilai Kurs Sebagai Dasar Pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Keluar, dan Pajak Penghasilan yang Berlaku untuk Tanggal 30 Desember 2015 sampai dengan 5 Januari 2016; atau

b. untuk akhir Tahun Pajak pada tanggal 1 Januari 2015 sampai dengan 30 Desember 2015, menggunakan kurs sesuai dengan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak sesuai dengan tanggal akhir tahun buku Wajib Pajak yang bersangkutan.

Pasal 4

Wajib Pajak yang mengungkapkan Harta bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak dikenai sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pengampunan Pajak.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×