kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ini hasil temuan awal CSIS soal karakteristik dan sebaran virus corona di Indonesia


Sabtu, 11 April 2020 / 05:30 WIB
Ini hasil temuan awal CSIS soal karakteristik dan sebaran virus corona di Indonesia


Reporter: kompas.com | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia mengeluarkan kajian karakteristik dan persebaran virus corona di Indonesia.

Kajian ini CSIS kerjakan berdasarkan data perkembangan kasus virus corona yang Kementerian Kesehatan rilis pada 1 Maret-1 April 2020.

Dari pengumpulan data-data tersebut, CSIS mendapati pemetaan karakter epidemiologi dari Covid-19 yang terjadi di Indonesia.

Pola penyebaran kasus

Pada awal periode infeksi, beberapa kasus melibatkan warga negara asing (WNA) seperti yang terjadi pada kasus 1 dan kasus 2.

Baca Juga: Pakar ini bilang Indonesia perlu bersiap hadapi lonjakan kasus virus corona, kenapa?

Kemudian mulai ketemu imported cases juga seperti pada kasus 6 yang merupakan warga Indonesia anak buah kapal (ABK) dari kapal pesiar Diamond Princess yang sebelumnya di karantina selama 14 hari di Jepang karena berpenumpang positif Covid-19.

Saat itu juga mulai terdapat banyak imported cases lain, dari warga Indonesia yang pulang dari bepergian ke luar negeri.

Namun, jumlah pasien Covid-19 warga negara asing (WNA) menurun di periode kedua penelitian, yakni setelah pemerintah menyatakan status darurat pada 14 Maret 2020.

"Sebetulnya, walau proporsi penderita warga negara asing di minggu awal relatif tinggi (awal Maret), seiring waktu proporsinya menurun," ujar Direktur Eksekutif CSIS Indonesia, Head, CSIS Disaster Management Research Unit, Philips Vermonte, Jumat (10/4).

Baca Juga: Jangan sampai terbalik saat menggunakan masker kain, ini alasannya

Kemudian, hingga mencapai jumlah kasus 1.000 secara nasional, lebih dari 50% kasus positif berada di Jakarta.

Di antara penambahan kasus baru sebesar 153 orang pada 27 Maret 2020, saat angka kasus positif di Indonesia melampaui titik 1.000 kasus, 83 kasus baru tersebut ada di DKI Jakarta.

Setelah itu, mulai teridentifikasi kluster-kluster besar lain, di mana proses infeksi virus ini diduga terjadi bahkan sebelum kasus pertama pemerintah umumkan.

Kluster-kluster ini berasal dari forum-forum pertemuan yang melibatkan banyak orang, yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

Baca Juga: Hari pertama PSBB DKI Jakarta, jumlah pasien positif 1.810, meninggal 156

Padahal sebelumnya, Philips menyebutkan, baik pemerintah maupun masyarakat beranggapan virus corona ini secara geografis letaknya jauh dari Indonesia, sehingga tidak menjadi sebuah ancaman serius.

"Waktu awal-awal itu buat kita itu sepertinya adanya di luar negeri, pandangan pemerintah, pandangan masyarakat lainnya, kejadiannya jauh, di China, di Eropa, dan lain-lain," sebut Philips.

Tapi, tidak dengan yang terjadi hari ini, penularan sudah terjadi di tengah masyarakat dari anggota masyarakat itu sendiri. Buktinya, jika melihat dari sisi wilayah yang paling banyak terjadi interaksi dengan WNA adalah Pulau Bali, tetapi jumlah infeksi di sana jauh lebih rendah dari yang terjadi di Jakarta.

Dari data yang CSIS analisis, jumlah kasus di Jakarta mencapai 892 kasus atau 49% dari total yang tercatat secara nasional. Sementara di Bali, yang dianggap berpotensi besar karena banyak terdapat WNA, kasus hanya ada di angka 25 pasien atau 1,4% dari kasus secara nasional.

Baca Juga: Pemerintah sebut lebih dari 300 RS rujukan Covid-19 telah beroperasi

"Dugaan awal ini masalah real ada di dalam (masyarakat) dan transmisi antarkomunitas di Indonesia itu yang menyebabkan tingginya angka persebaran itu," ujar Philips.

Usia paling banyak terinfeksi

Dari hasil pengolahan data yang CSIS lakukan, rentang usia yang paling banyak terinfeksi virus corona ini adalah kelompok usia 50-59 tahun. Philips mengatakan, jumlahnya mencapai lebih dari 20%, ini tertinggi dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.

"Komposisi terbesarnya di Indonesia rentang usia 50-59 tahun, itu jumlahnya 20,7 persen dari total kasus positif Covid-19 di Indonesia sampai 1 April 2020. Walaupun ada variasi, tapi angka range 50-59 ini cukup konsisten dengan faktor risiko yang ditemukan di negara lain, seperti Italia, di Lombardi," jelas dia.

Dari data yang CSIS olah, jumlah infeksi di kelompok usia itu sebanyak 374 pasien dari total 1.790 pasien yang sudah terkonfirmasi ketika itu. Di bawah kelompok usia 50-59 tahun, persentase yang paling banyak terinfeksi adalah rentang usia 60-69 tahun yakni 12,5%.

Dalam kasus Italia, penelitian menunjukkan, gejala Covid-19 muncul sekitar 16,1 hari setelah berinteraksi dengan individu penular.

Baca Juga: Duh, WHO sebut Indonesia dan India berpotensi jadi episenter baru Covid-19

Dalam kasus Indonesia, dengan memasukkan faktor keterlambatan dalam uji sampel dan pelaporan, kemunculan gejala dari sejak terpapar virus Covid-19 diperkirakan lebih pendek, setidaknya lebih pendek dari 10-12 hari.

"Meski begitu, dengan keterbatasan data yang kami miliki, kami belum mampu untuk mengestimasi secara tepat durasi antara saat terpapar hingga menunjukkan gejala Covid-19," ujar Philps.

Data dan informasi terkait ini sangat penting untuk menentukan lama inkubasi dan angka penyebaran Covid-19 ini.

"Salah satu hal yang bisa jadi menjadi alasan mengapa penularan bisa berlangsung lebih cepat adalah mobilitas masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari-hari," tuturnya.

Tapi, Philips menyatakan, data akan terus bergerak, sehingga terbuka kemungkinan-kemungkinan lain atau perubahan dari temuan yang saat ini sudah ada.

Tranparansi data dan kerjasama

Menurut Philips, untuk mengatasi wabah penyakit yang terjadi hampir di seluruh belahan dunia ini butuh kerja bersama, baik dari sisi medis maupun non-medis.

Baca Juga: Doni Monardo: Sejumlah daerah kemungkinan akan terapkan PSBB seperti Jakarta

Dari sisi medis tentu pada dokter dan ahli melakukan penanganan terhadap pasien-pasien yang sudah teridentifikasi. Sementara dari sisi non-medis bisa dilakukan sejumlah upaya sebagai bentuk preventif.

Misalnya, yang saat ini pemerintah lakukan, seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), physical distancing, wajib mengenakan masker di luar rumah, imbauan larangan mudik.

"Tetapi pangkalnya adalah kita harus datanya transparan, sehingga kita bisa memahami bagaimana pola persebaran virus ini di Indonesia," kata Phipips menjelaskan betapa pentingnya keberadaan data yang transparan.

"Tanpa ada data yang reliable, akan sangat sulit untuk merumuskan intervensi-intervensi non-medik itu," lanjutnya.

Baca Juga: Ingat, yang melanggar PSBB di Jakarta bisa didenda Rp 100 juta

Penulis: Luthfia Ayu Azanella

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "CSIS Rilis Temuan Awal Karakteristik dan Sebaran Covid-19 di Indonesia, Apa Hasilnya?"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×