kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini dua skenario Jokowi-JK soal kebijakan BBM


Selasa, 19 Agustus 2014 / 22:15 WIB
Ini dua skenario Jokowi-JK soal kebijakan BBM
ILUSTRASI. SURYA/PURWANTO


Reporter: Agus Triyono | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Tim Transisi Joko Widodo- Jusuf Kalla memperkirakan kebijakan pembatasan penjualan solar dan BBM bersubsidi yang dilakukan oleh pemerintah beberapa waktu lalu akan efektif menekan penggunaan solar dan premium bersubsidi. Deputi Tim Transisi Andi Widjajanto memperkirakan, kebijakan tersebut akan menghemat penggunaan solar dan premium bersubsidi berkisar antara 1,1- 1,2 juta kilo liter.

Meskipun demikian kata Andi, Tim Transisi Jokowi- JK tetap saja mengkhawatirkan penggunaan BBM bersubsidi. Mereka khawatir bahwa kuota BBM bersubsidi yang tahun 2014 ini akan jebol. Kekhawatiran ini didasarkan oleh Andi pada potensi peningkatan konsumsi BBM pada bulan November dan Desember nanti." Itu perkiraan buruknya," kata Andi di Kantor Tim Transisi Selasa (19/8).

Andi mengatakan, ada dua opsi yang akan diambil oleh Jokowi- JK bila kemungkinan tersebut terjadi. Pertama, memperbesar alokasi anggaran subsidi. Kedua menaikkan harga BBM. "Untuk menaikkan harga BBM, keinginan Jokowi jelas sebelum itu dinaikkan, program social safety net pada kelompok masyarakat rentan akan dijalankan terlebih dahulu," katanya.

Asal tahu saja postur RAPBN 2015 dipatok pendapatan negara direncanakan Rp 1.762,29 triliun, naik 7,8% dari APBN Perubahan (APBN-P) 2014. Sedangkan belanja direncanakan Rp 2.019,86 triliun, naik 7,6% dari APBN-P 2014. Alhasil, defisit anggaran dalam RAPBN 2015 menjadi Rp 257,57 triliun atau 2,32% dari produk domestik bruto (PDB).

Besarnya defisit anggaran dalam RAPBN 2015 dipicu kenaikan alokasi untuk subsidi energi. Maklum, selain membayar subsidi 2015, RAPBN 2015 juga harus membayar subsidi bahan bakar minyak (BBM) tahun 2014 sebesar Rp 44 triliun. Alhasil, mau tidak mau pemerintahan mendatang mengambil kebijakan menaikkan harga BBM untuk mengurangi beban subsidi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×