kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   -1.000   -0,05%
  • USD/IDR 16.620   158,00   0,94%
  • IDX 6.767   17,72   0,26%
  • KOMPAS100 979   5,15   0,53%
  • LQ45 762   4,33   0,57%
  • ISSI 215   0,81   0,38%
  • IDX30 395   2,48   0,63%
  • IDXHIDIV20 471   1,18   0,25%
  • IDX80 111   0,53   0,48%
  • IDXV30 115   0,73   0,63%
  • IDXQ30 130   0,90   0,70%

Industri Makanan dan Minuman Kebal Krisis


Senin, 25 Mei 2009 / 08:07 WIB


Reporter: Aprillia Ika, Dessy Rosalina |

JAKARTA. Dibanding dengan industri kreatif lainnya, industri makanan dan minuman mendapat peluang yang sangat besar untuk terus bertumbuh. Bahkan pada saat krisis sekalipun, industri ini terbilang mampu bertahan.

Pasalnya, pasar produk makanan dan minuman ini sangat luas. Sementara jenis produk makanan juga beragam. Baik produk makanan kemasan seperti aneka snack dan minuman ringan, serta makanan olahan yang menjurus ke tata boga.

Walaupun begitu, kenaikan harga bahan baku, belum stabilnya nilai tukar mata uang, maraknya impor produk makanan minuman legal serta turunnya daya beli masyarakat telah membuat industri ini sempat terpuruk. Terutama untuk pelaku industri kelas menengah dan mikro.

Imbasnya, ekspor produk makanan dan minuman pada Februari 2009 turun 40% dibanding ekspor pada bulan Desember 2008 silam. Sementara total nilai ekspor makanan dan minuman tahun 2008 silam sebesar USD 2 juta.

Namun, pengamat industri seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) tetap optimistis memandang masa depan industri ini. Apindo memprediksi industri ini bisa bertumbuh sampai 5% dibanding tahun lalu. Tahun 2008 lalu, total omzet industri ini hampir mencapai Rp 400 triliun.

Nada optimistis serupa juga dilontarkan oleh Franky Sibarani, Ketua Bidang Regulasi Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi). "Sampai akhir tahun 2009, pertumbuhan sebesar 5% sampai 6% masih bisa tercapai tergantung sejauh mana pemulihan krisis oleh pemerintah," ujarnya.

Menurutnya, pada kuartal pertama tahun 2009 ini industri makanan dan minuman, terutama produk olahan, tertolong oleh kebijakan pemerintah untuk menekan beredarnya produk makanan dan minuman ilegal. "Pada saat itu, walau permintaan ekspor turun akan tetapi permintaan dalam negeri stabil," ujarnya.

Pada kuartal kedua tahun ini, Franky yakin keadaan daya beli masyarakat, terutama masyarakat di luar pulau Jawa yang menggantungkan hidupnya di sektor perkebunan sudah semakin membaik. Sehingga mampu menyerap produk makanan dan minuman yang ada.

Selain itu, Franky juga mencatat adanya lonjakan jumlah pelaku usaha makanan dan minuman kelas menengah yang signifikan. "Terutama dalam usaha waralaba makanan," ujarnya.

Hal ini menurutnya, dipicu oleh maraknya PHK di beberapa perusahaan. Selain itu, kondisi umum di mall-mall juga mendukung. Lantaran saat ini, sekitar 20% sampai 40% alokasi lahan di mall kebanyakan untuk industri F&B.

Hal tersebut tentunya menggembirakan di satu sisi. Namun di sisi lain, Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Stevan Lie mengaku khawatir dengan melonjaknya jumlah pelaku bisnis franchise makanan.

Pasalnya jumlah yang berlebihan bisa menimbulkan persaingan kurang sehat. Sehingga, "Untuk eksis di industri ini memerlukan kreativitas dan ketelatenan untuk menciptakan menu atau konsep restoran, kafe atau waralaba yang menarik dari yang lain," ujarnya.

Untuk itulah Apkrindo sedang mengusahakan terbutnya standar mutu restoran dan kafe seperti yang ada di Singapura. "Jadi nantinya masyarakat memilih dan pelaku industri bisa terpacu kreativitasnya untuk meningkatkan grade restoran atau kafenya," lanjutnya.

Di lain pihak, pemilik PT Magfood Inovasi Pangan, Yanty Isa melihat adanya peluang pasar yang terbuka di saat krisis. tergantung dari sisi mana perusahaan makanan minumna menyikapinya.

"Ada banyak strategi emnghadapi krisis. Misal dengan branding produk, variasi kemasan produk, variasi bahan baku produk serta variasi rasa produk," ujarnya.

Yanty sendiri mengajak pemain industri ini untuk tidak bersaing secara harga. Melainkan melalui inovasi produk. "menurunkan harga atau mengalihkan segmen pasar hanya akan menghancurkan merek yang sudah dibangun," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×