Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia tengah berupaya melobi negara-negara produsen vaksin corona global untuk menjalin kerjasama produksi di Indonesia atau menjadikan sebagai hub.
Indonesia berharap ke depan produsen vaksin corona global bisa menjadikan Indonesia sebagai hub produksi vaksin untuk kawasan Asia Tenggara.
Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar mengungkapkan hal ini saat berdiskusi dengan tema "Upaya Percepatan Pemulihan Ekonom pada Masa Pandemi," yang diadakan oleh Indonesian Diasrpora Network Global, Sabtu (14/8) malam.
Baca Juga: UPDATE Vaksinasi corona di Jakarta dosis pertama sudah 100,1% dari target
Diskusi virtual yang diikuti oleh berbagai diaspora Indonesia di seluruh dunia ini menghadirkan pembicara Menteri Pariwisata dan Industri Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno, Said Zaidansyah Deputi Country Director Asian Development Bank (ADB), yang juga President Indonesian Diasrpora Network Global, dan Profesor Armida Alisjahbana.
"Baik produsen China, Amerika Serikat dan Eropa. Banyak negara Asia Tenggara khususnya Indonesia potensi menjadi menjadi hub vaksin yang bagus kerjasama ASEAN. Indonesia juga pengguna vaksin corona terbesar, pasar juga diperhatikan membuka kesempatan, kami mendorong ada peluang ada rekombinan in inactivated juga nucleic baik mRNA dan DNA memang agak sulit tapi tetus akan di dorong," katanya.
Menurut Mahendra Siregar tantangan yang ada saat ini adalah apabila obat dan vaksin yang ada sekarang, sudah tidak seampuh sebelumnya seperti varian Delta, dengan keterpaparan cepat dan penderita cepat parah.
Baca Juga: UPDATE Corona di Jakarta Sabtu (14/8) positif 1.363, sembuh 1.219, meninggal 29
Pada kesempatan yang sama Said Zaidansyah Deputi Country Director ADB, menyatakan pihaknya siap untuk memberikan dukungan apabila produsen global akan memilih Indonesia sebagai hub produksi vaksin corona.
"ADB akan membantu melalui pendanaan dan siap berdiskusi dengan produsen vaksinnya. Dalam hal Bio Farma menjadi second global hub manufaktur vaksin corona setelah Afrika Selatan Ini dalam kerangka kerjasama vaksin WHO bukan komersial," kata Said.
SELANJUTNYA>>>
Said menegaskan ADB juga sudah berdiskusi dengan pemerintah Indonesia maupun Bio Farma agar bisa terlibat dengan projek tersebut. "Tapi ini baru pembicaraan tahap awal," katanya.
"Ia menyebut saat ADB punya vasilitas pendanaan untuk pengadaan vaksin. Bahkan saat ini sudah ada laokasi US$ 1,4 miliar pinjaman lunak bagi Indonesia pinjaman lunak Bio Farma untuk produksi vaksin corona," katanya.
Negara Republik Indonesia dengan populasi lebih 270 juta penduduk menjadi negara dengan risiko besar pada saat pandemi. Indonesia memandang saat terjadi pandemi corona akan menyebabkan terjadinya defisit pasokan vaksin corona.
Baca Juga: Menkes minta Kabupaten Bogor kejar target 3 juta vaksinasi sesuai perintah Jokowi
"Karena permintaan sangat besar saat cepat, sementara produksi tidak cukup dan lambat," kata Mahendra.
Karena itulah sejak awal pilihan pemerintah Indonesia untuk menjajaki diplomasi secara internasional atas semua kemungkinan untuk bisa mengakses dan pengadaan vaksin corona secara bilateral dan multilateral.
Karena pemerintah Indonesia menganggap upaya ini paling adil agar vaksin corona bisa diakses secara merata, baik secara government to government maupaun juga secara komersial.
"Komersial juga tidak mudah karena semua orang bisa beli tapi tidak ada (di pasaran) yang bisa memproduksi terbatas," katanya.
Baca Juga: Sudah siap hidup berdampingan dengan Covid-19
Menurut Mahendra dengan pemikiran itulah Indonesia terus mendiskusikan dosis ritel vaksin corona di pasar global.
"Saat ini Indonesia sudah ada 150 juta dosis yang masuk dan tersedia untuk menampung sekitar 75 juta vaksinasi, Sementara untuk memenuhi kebutuhan vaksinasi kepada sekitar 208 juta -209 juta penduduk maka masih butuh sekitar 280 juta lagi dosis vaksin tambahan," katanya.
SELANJUTNYA>>>
Karena itulah Pemerintah Indonesia terus berupaya mencari pasokan vaksin agar target vaksinasi bisa terpenuhi.
"Kami terus mencari vaksin corona baik dari China, Inggris dan Amerika Serikat, sehingga akhir tahun bisa mendapat kuruang lebih sekitar 280 juta dosis itu," terang Mahendra Siregar.
Untuk itulah Kementerian Luar Negeri terus melakukan pendekatan dengan sangat intensif dari sisi pemerintah, maupun dari sisi perusahaan seperti Bio Farma, karena untuk mendapatkan vaksin ini harus ada down payment atau uang muka pembayaran.
Baca Juga: Menkes upayakan Indonesia jadi hub vaksin Covid-19 berteknologi mRNA
"Di sisi multilateral kami mendorong sistem yang adil, agar negara negara berkembang dengan kemampuan terbatas bisa mengakses vaksin. Indonsia maksimal bisa 20%-30% saja (dari total populasi)," kata Mahendra.
Mahendra juga menjelaskan, pemerintah all out untuk mendapatkan pasokan vaksin ini. Ia bersyukur upaya ini mendapatkan respon baik dari negara produsen vaksin.
"Ini kunci diplomasi karena Indonesia sebelum dan saat pandemi tidak pernah mempolitisasi dan tidak memihak dari berbagai macam persaingan produsen, dan bentuk perebutan pengaruh kekuasaan global. Dan memang ternyata saat kami berharap ada keputusan global yang bisa menghadapi pandemi secar global (bersama-sama) ternyata justru terjadi perebutan pengaruh," terang Mahendra.
Baca Juga: ADB berkomitmen membantu pemulihan ekonomi di kawasan Asia Pasifik
Akibatnya ada yang negara yang melakukan pengadaan vaksin hingga 5 kali lipat dari populasi mereka. Meskipun saat ini Indonesia terus mendorong adanya diplomasi secara multilatera, Mahendra menyebut pendekatan diplomasi secara bilateral tidak bisa diabaikan.
"Melalui pendekatan bilateral, vaksin corona ini kami beli, diplomasi kami bukan hanya membuka jalan, tapi kecepatan untuk anggaran, dan ini tidak mudah. Di negara-negara maju pun tertatih-tatih dalam pengadaan vaksin saat awal pandemi," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News