Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia dan Singapura telah menyepakati Kerangka Negosiasi untuk Wilayah Informasi Penerbangan atau Flight Information Region (FIR).
Dimana, kerangka negosiasi FIR ini mencakup wilayah teritorial RI dan di wilayah Kepulauan Riau yang saat ini masih dikelola oleh Singapura dan Malaysia.
Baca Juga: Pasca ada larangan terbang, Boeing 737 Max 8 dari India ditahan di Bandara Makassar
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Luar Negeri di bawah koordinasi Kemenko Maritim sudah berdiskusi selama hampir dua tahun untuk menyelesaikan pengelolaan FIR pada tahun ini.
Dia mengatakan, Kerangka Negosiasi FIR telah ditandatangani pada 12 September 2019. Dilanjutkan dengan pertemuan teknis kedua negara pada 7 Oktober 2019. Selanjutnya, tim teknis akan melakukan pertemuan-pertemuan selanjutnya yang lebih intensif.
“Saat ini framework sudah disetujui, bahkan sudah ada Term Of Refernce (TOR). Dirjen Perhubungan Udara sudah melakukan diskusi bersama Dirjen Kemenlu bahwa terdapat beberapa koreksi dari perjanjian terkait FIR yang sudah ada sejak tahun 1995. Koreksi itu tentu memberikan manfaat bagi kedua belah pihak,” ujar Budi dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Rabu (9/10).
Baca Juga: Biro Umroh dan Haji bakal diseleksi ketat Sucofindo, September mulai dilakukan
Pengelolaan FIR di Kepulauan Riau yang oleh Singapura, berawal dari Konvensi ICAO di Dublin, Irlandia pada tahun 1946, dimana Singapura masih dikuasai Inggris dianggap mumpuni secara peralatan dan SDM.
Indonesia baru merdeka sehingga tidak hadir pada pertemuan tersebut. Oleh karena itu, Singapura dan Malaysia mengelola FIR di wilayah Kepulauan Riau. Singapura memegang kendali sektor A dan C, sedangkan Malaysia mengendalikan Sektor B.
Baca Juga: Indonesia dan Singapura tingkatkan kerjasama ekonomi
Pada Tahun 1995 dilakukan perjanjian antara kedua negara yang telah Merdeka, dimana kesepakatan pengelolaan FIR di Kepri tetap dikelola pihak Singapura.
Dalam UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan pada pasal 458, disebutkan bahwa pelayanan navigasi penerbangan di wilayah udara Indonesia yang di delegasikan negara lain melalui perjanjian, harus dievaluasi dan dilayani Lembaga Navigasi Penerbangan Indonesia paling lambat 15 tahun sejak diundangkan atau pada Tahun 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News