Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA- CEPA) masih belum menemui titik temu. Lantaran dari sejumlah kerja sama ekonomi yang dimungkinkan untuk dijalin dengan negara asal Kangguru masih ada yang belum bisa disepakati kedua belah pihak.
Menteri Perdagangan RI, Enggartiasto Lukita baru 95% kesepakatan yang bisa disetujui kedua negara, sisanya 5% masih akan kembali dirundingkan pada Januari 2018. Namun ia optimistis pada Maret 2018 IA-CEPA bisa diselesaikan.
"Jadi ada mereka (Australia) maunya investasi dengan jumlah saham yang lebih banyak, kita ingin mempersempit keinginan tersebut," kata Enggar, Rabu (20/11).
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kemdag Iman Pambagyo menyatakan sebagian besar isi perjanjian ini, misalnya technical barrier, permasalahan perpajakan, dan jadwal komitmen sudah diselesaikan.
Namun isu investasi pendidikan, rumah sakit dan pertanian belum bisa menemui titik temu. "Kita sedang fine tune , karena kita punya undang-undang yang tidak bisa ditabrak, jadi kita sedang memikirkan bagaimana paket ini bisa disepakati," jelas Iman.
Tapi Iman optimistis, pihaknya menargetkan pada pertengahan 2018 IA-CEPA bisa dilakukan ratifikasi, sehingga pada 2019 perjanjian ini bisa dimulai. Dengan begitu, sejumlah potensi perdagangan dan investasi dengan Australia bisa dilakukan.
"Pangsa pasar Australia sebenarnya tidak terlalu besar, tapi kita melihat investasi bisa cukup besar. Jadi kira tarik investasi dari mereka , bersamaan dengan itu kita bisa masuk di sektor jasa yang mereka perlukan," tutur Iman.
Wakil Ketua Apindo, Shinta Kamdani bilang Autralia masih bersikukuh untuk bisa berinvestasi di sektor pendidikan, rumah sakit dan pertanian secara penuh.
Menurutnya untuk sektor pendidikan dan rumah sakit bisa diambil jalan keluar dengan cara bermitra dengan pengusaha lokal di Tanah Air.
Namun di sektor pertanian, Australia bisa diizinkan untuk masuk pada produk yang tidak dihasilkan petani di Indonesia. "Memang untuk ketiga sektor itu kita mesti lebih hati-hati dengan keinginan mereka."
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News