kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.902.000   8.000   0,42%
  • USD/IDR 16.254   -26,00   -0,16%
  • IDX 7.005   61,45   0,88%
  • KOMPAS100 1.020   9,19   0,91%
  • LQ45 779   10,37   1,35%
  • ISSI 230   -0,09   -0,04%
  • IDX30 401   6,24   1,58%
  • IDXHIDIV20 465   9,72   2,14%
  • IDX80 115   1,11   0,98%
  • IDXV30 116   1,36   1,19%
  • IDXQ30 129   1,78   1,39%

Indef Usulkan Sejumlah Strategi Perkuat APBN 2025 di Tengah Ancaman Pelemahan Ekonomi


Rabu, 09 Juli 2025 / 20:53 WIB
Indef Usulkan Sejumlah Strategi Perkuat APBN 2025 di Tengah Ancaman Pelemahan Ekonomi
ILUSTRASI. Tarif Impor Suasana bongkar muat petikemas di Jakarta International Countainer Terminal (JICT), Jakarta, Rabu (9/7).


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Tekanan terhadap ekonomi Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan akan semakin berat di tengah melambatnya ekonomi domestik serta gejolak tekanan geopolitik. 

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, menyampaikan delapan strategi yang dapat dilakukan pemerintah untuk membenahi aspek penerimaan dan belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025. 

Strategi ini, menurut Eko, menjadi penting karena tantangan ekonomi ke depan tidak mudah. Sehingga pemerintah perlu mengoptimalkan APBN untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga: Bos Bank DBS Ungkap Strategi Investasi di Tengah Gejolak Geopolitik & Ekonomi Global

"Pemerintah harus lebih serius lagi menindaklanjuti dan juga mengoptimalkan strategi-strategi yang sudah ada. Karena memang kita tahu tantangannya 2025 ini tidak mudah," kata Eko, Selasa (7/9).

Menurut Eko, masih ada sisi-sisi yang bisa dibenahi agar perekonomian membaik. Ia menyebut ada delapan strategi, yakni dari sisi penerimaan dan di sisi belanja yang perlu segera diterapkan.

Eko menegaskan, APBN sangat berkaitan dengan kondisi perekonomian nasional. Menurutnya penyebabnya penurunan pendapatan lebih mendasar adalah masalah struktural dalam ekonomi nasional yang belum berhasil diatasi.

"Penerimaan negara itu loyo, turun drastis. Menurut saya penyebabnya lebih fundamental lagi, karena ada masalah di dalam perekonomian kita yang tidak bisa diatasi sampai hari ini," ujar Eko.

Akibatnya, kata dia, penerimaan negara terus menurun, sementara di sisi lain, belanja pemerintah meningkat, apalagi dengan formasi kabinet besar. Imbasnya adalah pelebaran defisit.

Baca Juga: Bos BCA Beberkan Tren Biaya di Tengah Tantangan Ketidakapastian Ekonomi Global

Eko mengingatkan bahwa APBN memiliki tiga fungsi yakni alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Dalam kondisi seperti saat ini, fungsi stabilisasi, yakni mendorong pertumbuhan ekonomi, harus menjadi prioritas.

"Narasi pro-growth itu memang harus kencang. Mungkin ada fungsi distribusi, seperti bansos, yang bisa meningkatkan elektabilitas. Tapi yang diperlukan oleh perekonomian hari ini adalah menjaga optimisme melalui indikator ekonomi," jelasnya.

Ia menegaskan bahwa indikator ekonomi yang terus melemah tidak akan menghasilkan apa-apa jika tidak ada reformasi kebijakan APBN. Dari sisi penerimaan, terdapat empat strategi yang harus dilakukan untuk memperbaiki kondisi makro-ekonom.

Eko menegaskan bahwa penerimaan negara sangat sensitif terhadap kondisi ekonomi.

Menurutnya, pajak akan meningkat jika pelaku usaha memperoleh keuntungan. Namun jika perusahaan terus melakukan PHK dan tidak mencatat keuntungan, maka pajak pun tidak bisa dibayarkan.

Baca Juga: Wall Street Ditutup Beragam di Tengah Meningkatnya Ketidakpastian Ekonomi

Upaya yang harus dilakukan untuk memperbaiki makro-ekonomi ini adalah:

Pertama dengan meningkatkan optimisme sektor swasta.

Ia menyoroti Indeks Manajer Pembelian (PMI) yang terus berada di bawah 50. Untuk mendorong optimisme, kebijakan harus diarahkan pada konsumsi kelas menengah yang menjadi penggerak ekonomi. 

"Kelas menengah itu saat ini justru berhemat karena ketidakpastian ekonomi," katanya.

Kedua, meningkatkan akses likuiditas ke sektor UMKM dengan mendorong penyalurkan kredit dari perbankan. Ia menyebut UMKM menyumbang 60% PDB, namun faktanya UMKM hanya menerima sekitar 20% dari total kredit perbankan. 

Baca Juga: Data Ekonomi Menunjukkan Ekonomi Kita Rapuh

Padahal di negara seperti Korea Selatan, UMKM bisa memperoleh hingga 80% dari total kredit. Eko menyarankan kebijakan yang dapat menaikkan porsi kredit UMKM setidaknya ke angka 30%.

Ketiga, mengoptimalkan program-program peningkatan skill bagi para wirausaha, namun bukan hanya sekedar pelatihan semata, tapi juga harus dikawal oleh Kementerian Ketenagakerjaan melalui inkubasi bisnis, atau pelatihan kewirausahaan.

"Digitalisasi UMKM itu bagus, tapi memang harus Lebih strategis dan terintegrasi dengan kebijakan pemerintah. Jadi misalkan likuiditas UMKM ditingkatkan, di bawahnya ada pelatihan terkait, sehingga nanti diharapkan ada peningkatan produktivitas," ungkap Eko.

Keempat, mengatasi hambatan investasi di sektor industri, terutama terkait logistik, perizinan, dan biaya siluman. Menurut Eko, hambatan ini tidak memerlukan dana besar, tetapi lebih pada penegakan hukum dan pemberantasan praktik premanisme ekonomi.

Sementara itu dari sisi belanja negara, Eko menyarankan beberapa upaya, pertama, efisiensi anggaran.

Menurut Eko, belanja-belanja yang tidak esensial seperti seminar dan perjalanan dinas perlu dikurangi, meskipun ada sektor tertentu seperti perencanaan dan riset yang tetap memerlukan alokasi belanja.

Baca Juga: Krisis Timur Tengah Ancam Gelombang PHK

Kedua, realokasi anggaran ke belanja produktif yang berdampak cepat dan tinggi. Infrastruktur digital menjadi prioritas karena masih banyak desa yang belum memiliki akses internet, padahal digitalisasi ekonomi sangat bergantung pada hal tersebut.

Ketiga, percepatan belanja strategis. Belanja untuk sektor energi, UMKM, dan kesehatan perlu dipercepat agar tidak menumpuk di akhir tahun. "Kalau separuh belanja diserap di triwulan IV, dampaknya ke ekonomi jadi kecil," kata Eko.

Keempat, percepatan belanja daerah. Menurut Eko, banyak dana APBD yang mengendap di bank karena menunggu bunga tinggi. Hal ini harus diubah agar dana tersebut bisa langsung menggerakkan ekonomi lokal melalui belanja pemerintah daerah.

"Kalau delapan strategi tadi dilakukan, saya rasa situasi APBN kita akan jadi lebih baik. Tidak hanya hari ini tapi juga ke depannya. Sehingga dari situ, kita berharap tidak perlu memperlebar defisit, bahkan kalau bisa mengurangi ketahanan utang," tutup Eko.

Baca Juga: Strategi UMKM di Tengah Perang Dagang AS-China ala Konsultan Bisnis Wirson Selo

Di sisi lain, di tengah defisitnya penerimaan negara, pemerintah bisa menggunakan SAL atau SiLPA (akumulasi neto dari sisa lebih pembiayaan anggaran)ketimbang menarik utang baru yang berisiko tinggi. 

"Karena penerimaannya loyo, butuh duit, sehingga di top up dari SilPA atau SAL yang akan digunakan, itu sekitar Rp 85 triliun ya untuk menambal pembiayaan tadi, dengan itu diharapkan tidak mengambil dari pasar (SBN atau utang baru)," ungkap Eko.

Menurutnya anggaran tersebut harusnya digunakan untuk belanja produktif.

Selanjutnya: AS Batasi Ekspor Chip AI ke Malaysia dan Thailand, Takut Diselundupkan ke China

Menarik Dibaca: 5 Manfaat Sarapan saat Diet Tubuh, Cegah Keinginan Ngemil Tengah Malam

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×