kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.927.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.328   26,00   0,16%
  • IDX 7.398   86,28   1,18%
  • KOMPAS100 1.045   8,58   0,83%
  • LQ45 789   3,60   0,46%
  • ISSI 248   5,04   2,07%
  • IDX30 409   1,66   0,41%
  • IDXHIDIV20 466   1,61   0,35%
  • IDX80 118   1,07   0,92%
  • IDXV30 119   0,63   0,53%
  • IDXQ30 130   0,11   0,08%

Indef: Tarif Baru AS Bikin Ekspor Loyo, Ekonomi Diprediksi Melambat di Bawah 5%


Senin, 21 Juli 2025 / 15:17 WIB
Indef: Tarif Baru AS Bikin Ekspor Loyo, Ekonomi Diprediksi Melambat di Bawah 5%
ILUSTRASI. (KONTAN/Cheppy A. Muchlis) Indef menilai pengenaan tarif impor AS 19% terhadap produk-produk Indonesia dinilai tetap tinggi, dan berpotensi menekan ekspor nasional.


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID–JAKARTA. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai pengenaan tarif impor Amerika Serikat (AS) menjadi 19% terhadap produk-produk Indonesia dinilai tetap tinggi, dan berpotensi menekan ekspor nasional serta berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi dalam negeri. 

Indef memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa melambat dari 5% menjadi sekitar 4,97% akibat tekanan ekspor imbas tarif tersebut.

Peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi  Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus menjelaskan, meskipun AS telah menurunkan tarif menjadi 19% untuk beberapa produk Indonesia, seperti tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki, kenyataannya ekspor Indonesia tetap mengalami pelemahan cukup signifikan.

“Ekspor kita turun cukup dalam. Kita jadi negara dengan penurunan ekspor terbesar kedua ke AS, bahkan lebih buruk dari Pakistan, India, dan AS sendiri. Ini indikasi bahwa daya saing kita masih kalah sama negara-negara itu,” kata Heri dalam diskusi publik, Senin (21/7).

Baca Juga: Indef: Diversifikasi Pasar Ekspor Jadi Kunci Hadapi Tarif Tinggi AS

Heri menegaskan, penurunan ekspor ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, mengingat ekspor berkontribusi signifikan terhadap PDB nasional. Berdasarkan simulasi Indef, tarif ini bisa menyebabkan perlambatan ekonomi Indonesia sebesar 0,031%.

"Pertumbuhan ekonomi kita harusnya 5%, nah gara-gara ada ini, jadi enggak jadi 5%, jadi cuman 4,97%. Jadi kira-kira dampaknya ya kecil ya, tapi tetap menggerus pertumbuhan ekonomi kita,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, lemahnya kinerja ekspor Indonesia bukan semata karena tarif AS, tapi juga karena tingginya biaya produksi dalam negeri yang membuat produk Indonesia kalah saing.

“I-COR kita sampai hari ini kan masih lebih tinggi daripada negara-negara pesaing kita itu yang jualan barang ke Amerika Serikat," ungkapnya.

Tak hanya dari sisi ekspor, Indonesia juga berpotensi mengalami tekanan dari sisi impor. AS mendorong Indonesia menghapus tarif impor untuk produk asal Negeri Paman Sam seperti gandum dan kedelai. Jika dikabulkan, hal ini dikhawatirkan akan membanjiri pasar domestik dan mengancam industri dalam negeri.

“Kalau produk impor dari AS masuk dengan tarif 0%, sementara industri dalam negeri masih belum efisien, maka akan kalah bersaing,” ujar Heri.

Menurutnya, Indonesia saat ini menghadapi risiko ganda, yakni tekanan ekspor karena lemahnya daya saing dan ancaman impor yang membanjiri pasar dalam negeri. Kombinasi ini dapat memperburuk defisit neraca perdagangan dan memicu perlambatan ekonomi secara keseluruhan.

Heri menyebut tarif rendah bukan jaminan ekspor Indonesia aman, jika biaya produksi tetap mahal dan efisiensi tidak membaik, sehingga ekonomi yang akan kena imbasnya.

Baca Juga: Masih Ada Ruang Negosiasi, Indonesia Ingin CPO Hingga Nikel Bebas Tarif AS

Selanjutnya: Bank BJB: Penyaluran Kredit Perbankan Masih Cukup Menantang

Menarik Dibaca: Update Terkini Gift Code Ojol The Game 21 Juli 2025 dari Codexplore

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×