kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.487.000   72.000   2,98%
  • USD/IDR 16.610   15,00   0,09%
  • IDX 8.238   149,11   1,84%
  • KOMPAS100 1.145   25,73   2,30%
  • LQ45 820   23,58   2,96%
  • ISSI 290   4,46   1,56%
  • IDX30 429   13,21   3,18%
  • IDXHIDIV20 487   16,89   3,59%
  • IDX80 127   2,85   2,30%
  • IDXV30 135   1,26   0,95%
  • IDXQ30 136   4,84   3,69%

Implementasi UU Cipta Kerja di daerah dinilai masih belum solid


Selasa, 23 November 2021 / 13:14 WIB
Implementasi UU Cipta Kerja di daerah dinilai masih belum solid
ILUSTRASI. Massa buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melaksanakan aksi . KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Achmad Jatnika | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menilai implementasi UU Cipta Kerja di daerah masih menghadapi hambatan pada dimensi regulasi, kelembagaan, dan digitalisasi platform online.

Penilaian ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif KPPOD Armand Suparman dalam diskusi media bertajuk Sengkarut Implementasi Perizinan Berusaha Berbasis Risiko di Daerah (Hasil Kajian Persiapan dan Tantangan Penerapan OSS RBA di Daerah) yang digelar pada Selasa, (23/11) pukul 10.00 WIB.

Armand menilai peraturan-peraturan pemerintah sebagai turunan UU Cipta Kerja belum tampak solid dalam mendukung percepatan penerapan online single submission berbasis risiko (OSS RBA) di daerah.

Ia juga melanjutkan, bahwa Peraturan Pemerintah No. 05 tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko belum mengatur batasan dalam penerapan diskresi oleh Pemda dalam penerapan OSS RBA, masih terdapat jenis perizinan non-KBLI, non-berusaha non-KBLI, dan non-perizinan yang belum diatur dan Lampiran PP 05/2021 ini tidak mengatur jelas terkait syarat dan jangka waktu perizinan.

Armand mengungkapkan, persoalan regulasi pusat di atas berimbas pada bervariasinya respons kebijakan dan kelembagaan daerah dalam menerapkan OSS RBA. “Daerah-daerah yang masih menyusun atau merevisi Perda atau Peraturan Kepala Daerah, bersandar pada kebijakan lama sehingga business process dan desain kewenangan antara dinas (OPD) belum sepenuhnya mengikuti alur perizinan berbasis risiko,” tutur Armand.

Baca Juga: Daftar lengkap UMP 2022 DKI Jakarta, Banten, Jatim, Jabar, Yogyakarta, dan Jateng

Sedangkan pada dimensi digitalisasi, kendala utamanya adalah OSS RBA yang belum terintegrasi dengan paltform layanan K/L dan Pemda. “SIMBG, Gistaru, Amdalnet masih berproses secara terpisah dengan OSS RBA sehingga menciptakan kebingungan atau kegamangan di daerah, baik untuk pemda maupun untuk pelaku usaha,” jelasnya.

Lebih dari itu, Armand juga menilai, belum semua daerah memiliki Peraturan Kepala Daerah tentang rencana detil tata ruang (RDTR) dan RDTR berbentuk Digital. Kondisi ini menurutnya berpotensi mengganggu keberlanjutan lingkungan, sosial, dan tata kelola (bisnis proses perizinan berusaha).




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×