kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Imbas corona, PHRI catat kerugian hotel dan restoran capai Rp 70 triliun


Selasa, 14 Juli 2020 / 14:46 WIB
Imbas corona, PHRI catat kerugian hotel dan restoran capai Rp 70 triliun
ILUSTRASI. Wisatawan mengunjungi kawasan Pantai Kuta, Badung, Bali, Kamis (9/7/2020). Pengelola Pantai Kuta mulai membuka kembali kawasan yang merupakan salah satu destinasi pariwisata utama di Pulau Dewata tersebut setelah sebelumnya sempat ditutup selama lebih dar


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menjelaskan dampak pandemi Covid-19 kepada industri hotel dan restoran. Menurut Hariyadi, sejak Januari hingga April 2020, hotel dan restoran mengalami kerugian sebesar Rp 70 triliun.

Pasalnya, ada lebih 2.000 hotel dan 8.000 restoran yang menghentikan operasionalnya. "Kerugian untuk hotel itu Rp 30 triliun dan restoran Rp 40 triliun sampai April," ujar Hariyadi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Panitia kerja (panja) Pemulihan Pariwisata Komisi X DPR, Selasa (14/7).

Akibat dari Covid-19, banyak pula karyawan yang dirumahkan atau dicutikan di luar tanggungan perusahaan (unpaid leave) karena masih menunggu perkembangan peningkatan permintaan. Tak hanya di sisi hotel dan restoran, maskapai penerbangan dan tour operator pun mengalami kerugian. Maskapai penerbangan mencatat rugi sebesar US$ 812 juta dan tour operator rugi Rp 4 triliun.

Baca Juga: 5 tempat wisata di Yogyakarta sudah buka kembali, begini protokol kesehatannya

Menurut Hariyadi, penurunan permintaan di sektor pariwisata pun disebabkan berbagai hal. Pertama, akibat penanganan Covid-19 di Indonesia yang tidak optimal sejak awal Covid-19 menyebar. "Penanganan Covid-19 tidak maksimal di awal, sehingga carry over sampai sekarang," kata Hariyadi.

Selanjutnya adalah adanya regulasi pembatasan aktivitas masyarakat seperti pembatasan sosial berskala besar (PSBB), pembatasan kegiatan masyarakat (PKM) hingga regulasi testing pada moda transportasi.

Akibat pembatasan tersebut, daya beli masyarakat juga menurun. Ditambah banyak pekerja sektor formal yang terkena pemutusan hubungan kerja, dirumahkan, atau dicutikan di luar tanggungan perusahaan.

Baca Juga: Cegah PHK, HIPMI dorong pemberian insentif untuk UMKM diperluas

Selanjutnya adanya kekhawatiran masyarakat terhadap penyebaran Covid-19 sehingga mereka memilih tidak keluar rumah. Ada pula perubahan perilaku masyarakat. Perubahan perilaku ini seperti masyarakat banyak yang memilih diam di rumah, hanya berbelanja kebutuhan prioritas, serta belanja, konsumsi media dan hiburan secara virtual.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×