kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.908.000   -6.000   -0,31%
  • USD/IDR 16.314   11,00   0,07%
  • IDX 7.190   49,38   0,69%
  • KOMPAS100 1.031   5,12   0,50%
  • LQ45 784   4,32   0,55%
  • ISSI 236   1,76   0,75%
  • IDX30 405   2,28   0,57%
  • IDXHIDIV20 466   3,47   0,75%
  • IDX80 116   0,74   0,64%
  • IDXV30 118   1,40   1,19%
  • IDXQ30 129   0,64   0,50%

Iluni dan Komunitas Sejarah kecam aparat polisi


Kamis, 17 Maret 2016 / 00:24 WIB
Iluni dan Komunitas Sejarah kecam aparat polisi


Reporter: Petrus Dabu | Editor: Umar Idris

JAKARTA. Acara pemutaran film dokumenter dan diskusi Pulau Buru Tanah Air Beta, Rabu (16/3), terpaksa batal dilaksanakan karena mendapatkan tekanan dari ormas di Jakarta.

Film dokumenter karya sutradara muda Rahung Nasution itu sedianya akan diputar di Pusat Kebudayaan Jerman Goethe Institute, Menteng, Jakarta Pusat. Akibat tekanan ormas yang dibiarkan oleh aparat kepolisian, film tersebut akhirnya diputar di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM).

Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni) Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) menilai larangan aparat kepolisian dengan alasan adanya tekanan dari sebuah ormas, tidak dapat dibenarkan. Pelarangan tersebut telah menciderai kebebasan berpendapat, termasuk dalam kegiatan kebudayaan dan kesenian. Sebab itu, Iluni FIB Universitas Indonesia mengecam keras pelarangan pemutaran film oleh ormas dan dibiarkan oleh aparat kepolisian.

Pelarangan  ini dinilai suatu bentuk pengekangan atas kebebasan masyarakat menyelenggarakan kegiatan budaya dan kesenian di Indonesia.

"Perbedaan pendapat harusnya bisa diselesaikan melalui dialog. Praktek intimidasi dan pelarangan seperti ini hanya akan memelihara ketakutan untuk mengungkapkan pendapat," tutur Ratu Febriana, Ketua Iluni FIB Universitas Indonesia, dalam siaran pers yang diterima KONTAN, kemarin (16/3).

Kecaman juga datang dari Kelompok Peminat Sejarah, di Jakarta. Komunitas para peminat studi sejarah ini menilai pelarangan pemutaran film Pulau Buru dapat menghancurkan ingatan generasi muda.

"Mengenang atau memperingati peristiwa kejadian di masa lalu adalah hak asasi tiap kelompok atau seseorang," jelas Hurri Junisar, Koordinator Kelompok Peminat Sejarah, dalam siaran pers yang diterima KONTAN, kemarin.

Hurri meminta perbedaan pendapat atau pemikiran di kalangan masyarakat disampaikan melalui ruang dialog secara terbuka bukan dengan tekanan, apalagi dengan kekerasan. "Para pelaku di dalam ormas yang memberikan tekanan harus segera diusut dan dihukum oleh aparat, bukannya dilindungi," kata Hurri.

Film dokumenter Pulau Buru Tanah Air Beta bercerita tentang fakta sejarah bagaimana dulu Pulau Buru, Maluku, digunakan oleh pemerintahan Soeharto sebagai tempat pembuangan para tahanan politik.

Sekitar 12.000 orang tahanan politik dibuang ke pulau Buru secara bertahap dari tahun 1969 hingga 1976. Film ini dibuat untuk membuka mata generasi muda tentang apa yang pernah terjadi di negara ini pada sejarah Indonesia, dan agar generasi muda bisa belajar sejarah dari film ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×