Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Terkait beredarnya iklan "Rest In Peace Jokowi", Koordinator Nasional Pro Jokowi mengajukan laporan ke pihak kepolisian. Kepala Divisi Hukum dan Konstitusi Projo Sunggul Hamonangan Sirait menganggap beredarnya iklan tersebut sudah sangat keterlaluan.
Saat mendatangi Bareskrim Polri, Sabtu (10/5), Sunggul mengadukan tiga poin terkait iklan tersebut. Pertama soal berita bohong yang mengatakan capres PDI-P Joko Widodo telah meninggal dunia, kedua tuduhan yang menyebutkan Jokowi adalah etnis Tionghoa, dan terakhir penecamaran nama baik Jokowi yang dituduh memiliki nama lengkap Ir. Herbertus Joko Widodo (Oey Hong Liong).
"Kami sangat terganggu dengan beredarnya isu ini. Ini sudah sangat keterlaluan. Pihak Pak Jokowi sudah terlalu banyak diam bila diserang. Kali ini kami harus melawan," kata Sunggul.
Selain ingin kasus ini dikupas hingga tuntas oleh pihak kepolisian, pelaporan ini menutut Sunggul juga sebagai bentuk jawaban kepada masyarakat bahwa isu ini tidak benar. Ia mengklaim sejak beredarnya kabar miring tersebut, masyarakat banyak bertanya langsung kepada Projo.
Sebelumnya, beredar gambar ucapan dukacita untuk Ir Herbertus Joko Widodo. Ada foto Jokowi di gambar tersebut. Bentuk gambar tersebut berupa iklan pengumuman kematian yang sering dimuat di surat kabar. Sebagai awalan dalam gambar tersebut, tercantum tulisan yang mengumumkan “kematian” Jokowi pada 4 Mei 2014.
Telah meninggal dengan tenang pada hari Minggu 4 Mei 2014 pukul 15.30 WIB, suami, ayah, dan capres kami tercinta satu-satunya. Jenazah akan disemayamkan di kantor PDIP Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta Selatan dan akan dikremasi pada Selasa 6 Mei 2014.
Sebagai penutup pada pengumuman tersebut, tercantum nama istri Joko Widodo, Iriana Widodo, sebagai pihak yang dikondisikan sebagai pemasang iklan. Selanjutnya, tertulis nama Megawati Soekarno Putri sebagai pihak yang ikut “berdukacita”.
Mengenai asal-muasal peredaran gambar ini belum diketahui. Akan tetapi, gambar tersebut mengundang komentar dari pengguna Facebook. Kebanyakan menganggap gambar ini adalah kampanye hitam. (Febrian)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News