Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Koordinator Divisi Monitoring dan Analisa Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas, meminta lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, hingga Polri, lebih serius menangani berbagai dugaan penyalahgunaan di sektor migas.
Termasuk juga dugaan penyalahgunaan yang dilakukan Pertamina dan para trader gas. Sebab, menurut Firdaus, sering kali para trader gas hanya berbekal kedekatan politik saja, tanpa memiliki infrastruktur, kemudian tanpa berkeringat, bisa seenaknya masuk ke bisnis migas.
"Sektor energi dalam arti pengembangan yang berindikasi menjadi kasus, masih terbatas," ujar Firdaus, Kamis (5/11) kemarin.
Penegak hukum, menurut Firdaus, harus memberi perhatian lebih pada penyimpangan sumber daya alam, termasuk sektor migas.
"Sayangnya, KPK saja sampai sekarang masih di sisi pencegahan, sementara Kejaksaan dan Kepolisian jauh tertinggal," kata Firdaus.
Firdaus berkata, penegak hukum harus jeli melihat berbagai kontrak atau jual beli migas. Terutama yang melibatkan Pertamina dan para trader gas yang tidak memiliki infrastruktur.
Saat ditanyakan ada pola penjualan gas yang dilakukan PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya, seperti PT Pertamina EP dan PT Pertagas, yang melibatkan sejumlah trader dan berujung harga di end user menjadi sangat mahal dan keuntungannya dinikmati trader, menurut Firdaus hal itu membuktikan ada praktik tak sehat di bisnis Migas.
"Lucu jika dari Pertamina EP kemudian dijual ke Pertagas kemudian menjual lagi ke broker gas. Seharusnya sesuai skema bisnis umum saja, dari Pertamina EP ke Pertagas terus langsung ke end user atau konsumen," kata Firdaus.
Firdaus berharap, agar penegak hukum jeli melihat kontrak jual beli migas agar tidak ada penyimpangan.
Dalam melihat penyimpangan, dilihat betul apakah isu perdata dalam hal ini perikatan kontrak bermasalah atau ada cukup kuat pidananya. Jika kuat pidana, maka penegak hukum tidak perlu ragu mengusut.
"Kalau tidak diperbaiki akan semakin parah. Itu mesti diberantas. Orang tidak punya kemampuan, kemudian main di industri gas berbekal portofolio politik," imbuh dia.
Ia mengingatkan, jika distribusi gas dimiliki mereka yang memiliki relasi kekuasaan kuat, bahkan sebagian besar mereka yang ada di partai politik, maka makin susah ada efisiensi.
"Ke konsumen mahal, negara tidak mendapat maksimal. Padahal ini sektor energi primer, ujungnya juga bisa menambah laju inflasi. Industri juga seperti industri baja, petrokimia, keramik dirugikan karena harga gas jadi mahal akibat ulah trader gas abal-abal," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News