Reporter: Ivana Wibisono, Siti Maghfirah | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Wacana pemindahan Ibukota dari Jakarta kembali kencang bergulir. Padahal, wacana ini sejatinya sudah mencuat sejak pemerintahan kolonial Belanda, masa Orde Lama dan Orde Baru, bahkan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Nah, Pemerintah Joko Widodo nampaknya mulai serius terhadap ide tersebut, mengingat kompleksitas masalah dan beban Jakarta semakin berat.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengaji tiga provinsi sebagai alternatif ibukota baru, yakni Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
Kota Palangkaraya digadang-gadang paling ideal. Alasannya, kota ini terbilang paling luas di Tanah Air dan relatif aman dari gempa bumi dan letusan gunung berapi. Sejak ditetapkan sebagai ibukota Kalimantan Tengah di tahun 1957, Presiden Soekarno kala itu merencanakan Palangkaraya sebagai Ibukota masa depan Indonesia.
Era Presiden Soeharto, selain Palangkara, Pak Harto ingin menjadikan Jonggol, Jawa Barat, sebagai pusat pemerintahan dan administrasi jika Jakarta tetap dipertahankan sebagai ibukota negara.
Berkaca dari Malaysia
Wacana pemindahan Ibukota memantik pro dan kontra. Siapa bakal diuntungkan? Sejumlah pelaku usaha masih menunggu kepastian rencana ini. Tapi, berkaca dari rencana Jonggol jadi ibukota, saat wacana itu bergulir banyak pihak memborong tanah di sana.
Meski rencana Jonggol menguap, kawasan itu kini berkembang pesat. Grup Ciputra misalnya, mengembangkan komplek perumahan Citra Indah Jonggol.
Sekretaris Jenderal Real Estat Indonesia Totok Lusida berharap, pemerintah komprehensif mengkaji opsi pemindahan ibukota. Selain proses lama, biayanya sangat besar. Pemerintah harus berkaca dari Malaysia yang memindahkan pusat pemerintahan dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya. "Keramaian pindah? Belum tentu. Malaysia sudah menerapkan. Malam hari Putrajaya mati, ujarnya.
Tapi Justini Omas, Sekretaris Perusahaan PT Agung Podomoro Land Tbk, menilai, pasar properti akan berkembang jika kota di Kalimantan menjadi ibukota. "Sama seperti Jakarta, harga ikut meningkat levelnya ibukota," katanya.
Saat ini, emiten berkode APLN ini memiliki proyek apartemen di Balikpapan, yakni Borneo Bay City dan Borneo Bay Residences. Di kota ini, Agung Podomoro tengah membangun Plaza Balikpapan Trade Center, selain proyek hotel.
Sementara Lippo Group siap menambah landbank di calon ibukota. "Ada peluang bisnis baru di daerah, secara logika businessman pasti ke sana," kata Sekretaris Perusahaan Lippo Group Danang K Jati. Lippo mengoleksi sejumlah properti di Kalimantan, seperti pusat perbelanjaan hingga rumahsakit. Danang bilang, dalam waktu dekat akan menambah proyek, baik hotel, mal maupun real estat.
Direktur PT Ciputra Development Tbk Harun Hajadi menganggap, pemindahan ibukota ke Kalimantan memicu pertumbuhan dan pemerataan ekonomi di wilayah itu. "Ada baiknya civic center dengan pusat bisnis dipisah," jelasnya. Hanya, bisnis properti tidak bisa pindah begitu saja. Harus ada pertumbuhan ekonomi dan ditopang infrastruktur bagus.
Ciputra memiliki sejumlah proyek properti di Balikpapan dan Samarinda dengan luas lahan 200 hektare. "Target pendapatan di Kalimantan tahun ini sekitar Rp 400 miliar," ungkap Harun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News