Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) resmi berlaku mulai 5 Juli 2020. Dengan adanya IA CEPA, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto optimistis defisit perdagangan barang Indonesia dengan Australia bisa menurun signifikan di 2021.
"Saya melihat akan ada pengurangan yang signifikan di tahun 2021. Jadi tidak di tahun ini karena baru mulai. Diharapkan berkurang, tapi secara signifikan berkurangnya di tahun 2021," ujar Agus dalam konferensi pers, Jumat (10/7).
Baca Juga: Ekspor minyak sawit dan turunannya capai 12,73 juta ton di periode Januari-Mei 2020
Agus memang tidak menyebutkan secara detail berapa besar target penurunan defisit perdagangan barang ini. Namun, dia berharap, defisit perdagangan barang dengan Australia bisa dipangkas setidaknya setengah dari defisit yang ada saat ini.
Adapun, defisit perdagangan barang Indonesia-Australia pada 2019 tercatat sebesar US$ 3,2 miliar, dimana total perdagangan barang Indonesia-Australia pada 2019 mencapai US$ 7,8 miliar dengan ekspor Indonesia tercatat senilai US$ 2,3 miliar dan impor sebesar US$ 5,5 miliar.
Dia menambahkan, pengurangan defisit perdagangan barang ini belum bisa maksimal di 2020 karena pelaksanaan IA-CEPA terbilang baru dan terganjal Covid-19. Sehingga, dia meyakini peluang dari IA-CEPA bisa dimanfaatkan dengan optimal pada 2021 dan 2022.
Sementara itu, Agus juga menyebutkan berbagai peluang Indonesia dalam meningkatkan akses barang. Pasalnya, melalui IA-CEPA, Australia mengeliminasi semua bea masuk produk Indonesia ke Australia sekitar 6.474 pos tarif menjadi 0%. Sementara Indonesia menghapuskan tarif bea masuk sejumlah 94,6% dari total pos tarif.
Baca Juga: Implementasi IA-CEPA diharapkan tingkatkan GDP Indonesia 0,23% per tahun
Agus juga memastikan, pemerintah tetap melindungi berbagai produk yang selama ini dianggap sensitif bagi Indonesia. Pasalnya, IA-CEPA ini dilakukan dengan mekanisme Tariff Rate Quota (TRQ).
"Dimana dalam jumlah tertentu produk tersebut akan diberikan preferensi tarif. namun bila jumlahnya telah cukup atau melebihi kuota, maka tarif yang dikenakan adalah non preferensi. Untuk produk dan yang sangat sensitif, seperti beras dan minuman beralkohol tidak dikomitmenkan," terang Agus.
Menurut Agus, Australia merupakan salah satu pasar yang berpotensi untuk disasar, mengingat PDB per kapitanya cukup besar, sehingga memiliki daya beli yang tinggi untuk produk Indonesia.
Tak hanya itu, mengingat Australia memiliki jaringan perjanjian perdagangan bebas yang luas, Indonesia pun bisa memanfaatkan peluang ini, dengan menjadikan Australia sebagai pintu masuk ke pasar lainnya.
Baca Juga: Berikut strategi Pan Brothers (PBRX) dan Sri Rejeki Isman (SRIL) jaga rasio utang
Agus juga menerangkan, selama ini barang yang diimpor Indonesia dari Australia bersifat komplementer, dimana Indonesia banyak mengimpor bahan baku dan bahan penolong seperti gandum, batu bara, bijih besi,aluminium, gula mentah serta susu dan krim. Menurut Agus, produk tersebut digunakan oleh industri di tanah air, untuk menghasilkan produk keperluan domestik maupun untuk diekspor.
Sementara, produk ekspor unggulan Indonesia adalah tekstil dan produk tekstil, produk kayu dan turunannya, makanan dan minuman olahan, produk kelautan dan perikanan hingga peralatan elektronik.
Menurut Agus, tak hanya di bidang perdagangan barang, IA-CEPA juga diyakini berdampak positif terhadap perdagangan jasa dan investasi.
Baca Juga: Tarik investor potensial, Kemenperin fokus siapkan kawasan industri terpadu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News