kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.210   -5,00   -0,03%
  • IDX 7.080   -83,96   -1,17%
  • KOMPAS100 1.055   -15,18   -1,42%
  • LQ45 826   -11,60   -1,38%
  • ISSI 212   -3,57   -1,65%
  • IDX30 424   -5,54   -1,29%
  • IDXHIDIV20 506   -9,70   -1,88%
  • IDX80 121   -1,59   -1,30%
  • IDXV30 125   -1,09   -0,87%
  • IDXQ30 140   -2,34   -1,64%

HIPMI Dorong Pemerintah Beri Stimulus ke Masyarakat Sebelum Kerek Tarif PPN 12%


Rabu, 27 November 2024 / 16:40 WIB
HIPMI Dorong Pemerintah Beri Stimulus ke Masyarakat Sebelum Kerek Tarif PPN 12%
ILUSTRASI. Pemerintah berniat melakukan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025 mendatang.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID-JAKARTA Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mengusulkan agar pemerintah memberikan berbagai stimulus ekonomi sebelum memberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025.

Sekretaris Jenderal HIPMI, Anggawira menekankan pentingnya pemerintah menjaga daya beli masyarakat di tengah dinamika ekonomi saat ini. Oleh karena itu, pemberian stimulus kepada masyarakat penting untuk dilakukan.

Menurutnya, subsidi listrik merupakan salah satu bentuk stimulus yang sangat efektif. Selain itu, pemerintah juga dapat mempertimbangkan pemberian bantuan langsung tunai (BLT), insentif bagi pelaku UMKM, atau bahkan pengurangan tarif pajak tertentu untuk sektor-sektor strategis.

Menurutnya, langkah-langkah tersebut akan membantu menjaga konsumsi masyarakat yang menjadi motor penggerak perekonomian, sekaligus memastikan stabilitas ekonomi tetap terjaga meski ada penyesuaian tarif PPN.

Baca Juga: Ribuan Warga Teken Petisi Tolak PPN 12%, Ditjen Pajak Buka Suara

"Guna menjaga konsumsi masyarakat dan stabilitas ekonomi," ujar Anggawira kepada Kontan.co.id, Rabu (27/11).

Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan memberi sinyal akan menunda kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025.

Menanggapi hal tersebut, Anggawira mengungkapkan bahwa jika pernyataan Luhut tersebut benar dilakukan, maka penundaan kenaikan tarif PPN ini dilakukan untuk mempertimbangkan kondisi perekonomian yang sedang melemah.

"Kenaikan PPN di masa sulit dapat membebani masyarakat dan melemahkan daya beli, sehingga penundaan menjadi langkah strategis," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×