kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Hindari tumpang tindih PKPU, Duniatex minta proteksi hukum ke Pengadilan New York


Sabtu, 12 Oktober 2019 / 06:15 WIB
Hindari tumpang tindih PKPU, Duniatex minta proteksi hukum ke Pengadilan New York


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Enam anak usaha Duniatex Group dan pemiliknya Sumitro meminta perlindungan hukum dengan mengajukan permohonan Chapter 15 of US Bankcruptcy Law di Pengadilan Niaga New York Selatan.

Chapter 15 of US Bankcruptcy Law yang berisi soal integrasi perkara kepailitan lintas negara (cross border insolvency) memberikan peluang agar debitur tak menjalani perkara kepailitan yang tumpang tindih. Sebab kini enam entitas Duniatex Group dan Sumitro tengah menjalani perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Semarang.

Baca Juga: Pendaftar Tagihan Duniatex Masih Minim

“Kami bukan mengajukan bankruptcy law, namun filling for Chapter 15. Artinya kami meminta perlindungan dan pengakuan atas proses PKPU (Penundaan Kewajiban dan Pembayaran Utang) yang terjadi di Indonesia,” kata Kuasa Hukum Duniatex Aji Wijaya dari Kantor Hukum Aji Wijaya & Co kepada Kontan.co.id, Kamis (10/10).

Sementara Rabu (9/10) Debtwire melaporkan, dari dokumen yang diserahkan Duniatex ke Majelis Hakim Pengadilan Niaga New York Selatan, Geoffrey Simms, CEO AJCapital Advisory yang merupakan konsultan keuangan Duniatex Group menjelaskan pengajuan Chapter 15 tersebut juga dimaksudkan untuk mencegah agar para kreditur Duniatex yang berasal dari Indonesia tak mengajukan perkara kepailitan.

Alasannya, jika perkara di luar negeri dikabulkan maka Duniatex akan menyandang status pailit sehingga akan mengganggu proses PKPU yang terjadi di Indonesia.

“Proposal perdamaian yang tengah disusun dalam proses PKPU di Indonesia kami ingin agar menghindari kepailitan, menjamin tidak ada PHK, dan mengoptimalkan nilai bagi seluruh pemangku kebijakan,” tulis Simms.

Baca Juga: Kreditur Duniatex diminta tak telat mendaftarkan tagihan dalam PKPU

Asal tahu saja, kreditur Duniatex sejatinya tak cuma berasal dari tanah air. Sejumlah entitas Duniatex juga menerima pinjaman sindikasi dari sejumlah bank asing. Begitu juga entitas Duniatex yaitu PT Delta Merlin Dunia Textile (DMDT) juga menerbitkan obligasi global senilai US$ 300 juta

Dari dokumen yang diserahkan Simms, per Agustus 2019 diketahui Duniatex punya utang total hingga US$ 1,51 miliar. Perinciannya US$ 948,3 juta berasal dari kreditur asal Indonesia, sementara sisa US$ 562,3 juta berasal dari kreditur asing.

Nilai pinjaman tersebut tercatat diberikan oleh 48 bank, dimana 22 diantaranya memberikan pinjaman kepada lebih dari satu entitas Duniatex dan memiliki tagihan yang telah jatuh tempo hingga 81,6% dari total nilai utangnya.

Sementara itu Kuasa Hukum pemegang obligasi DMDT Marx Andriyan dari Kantor Hukum Marx & CO menyatakan akan mengikuti proses hukum yang sedang berjalan baik di Indonesia maupun di Amerika. 

Sebelumnya ia mengaku pihaknya juga ikut mengajukan permohonan Chapter 15, namun ia mengoreksinya.

“Bukan kami yang mengajukan, Mereka (Duniatex) yang mengajukan permohonan Chapter 15. Kita lihat saja nanti hasilnya bagaimana,” katanya kepada Kontan.co.id, Jumat (11/10).

Baca Juga: Kreditur Duniatex ingin PKPU berakhir homologasi

Marx menambahkan sebelumnya dalam sidang permohonan PKPU terhadap enam entitas Duniatex ia sempat mengajukan keberatan kepada Majelis Hakim Pengadilan Niaga Semarang. Alasannya ia menduga permohonan PKPU diajukan dengan itikad tak baik.

Marx menjelaskan, pertama permohonan PKPU yang diajukan pemasok Duniatex yaitu PT Shine Golden Bridge dilakukan pada 11 September 2019. Sehari sebelum, waktu pembayaran kupon pertama Obligasi DMDT pada 12 September 2019.

Kedua, menurut Marx, perkara sejatinya tidak memenuhi unsur UU 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU ihwal pembuktian secara sederhana. Sebab menurut Marx utang enam entitas Duniatex tersebut kompleks.

“Ini ada enam entitas berbeda yang memiliki kreditur berbeda-beda pula tapi perkaranya dijadikan satu, dari opini hukum saya ini tidak sederhana, dan jika diterima perkara akan menjadi complicated, karena subjek hukumnya juga berbeda-beda,” papar Marx.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×