kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Hindari krisis, pemerintah butuh payung hukum


Rabu, 30 Januari 2013 / 18:49 WIB
Hindari krisis, pemerintah butuh payung hukum
ILUSTRASI. Promo Hypermat Hyper Diskon Weekday 28-30 September 2021


Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berharap Undang-Undang (UU) Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) segera disahkan sebagai payung hukum yang menaungi Crisis Management Protocol (CMP). Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa CMP sudah efektif, namun negara membutuhkan UU yang mengaturnya.

"Perlu diberikan suatu perlindungan hukum untuk mengambil kebijakan. Karena ini proses pengambilan kebijakan yang berisiko yang tentunya tidak akan mudah diatasi begitu saja," ucap Bambang pada Seminar Protokol Manajemen Krisis di Hotel Crowne, Rabu, (30/1).

Disebut Bambang bahwa RUU JPSK ini sudah masuk Prolegnas, namun masih membutuhkan diskusi lebih lanjut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Menteri Keuangan sedang mencoba berdiskusi dengan DPR agar UU JPSK bisa berlanjut. Supaya pembahasan berjalan lebih lancar," terangnya.

Diakuinya, sampai saat masih ada ganjalan dalam proses, namun pihaknya berupaya agar UU ini secepatnya disahkan. "Karena kalau tidak ada payung hukum, tidak ada yang mau mengambil risiko. playing safe nanti selamat, tapi yang dikorbankan adalah perekonomian," ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa UU JPSK ini akan bersifat preventif mencegah krisis. Dijelaskannya bahwa untuk bisa melakukan tindakan preventif harus ada kriteria dan tanda bahwa suatu kondisi berpotensi krisis.

Bambang mengatakan masing-masing anggota Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) yakni Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Kemenkeu mempunyai CMP masing-masing dengan indikator berbeda. "Ada kondisi normal, siaga, dan krisis. Tergantung bagaimana warnanya tadi. Begitu makin merah, kondisi harus diwaspadai dan diambil tindakan," sebutnya.

Ia juga mengatakan, bahwa keputusan ini harus dikoordinasikan supaya tidak berjalan sendiri-sendiri. "Jangan sampai yang satu menyelamatkan indikatornya, tapi berakibat jelek kepada yang lain," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×