Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Data terbaru utang luar negeri (ULN) yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI) menyebutkan ULN korporasiĀ pada bulan Oktober 2014 mencapai US$ 161,29 miliar atau naik 1,22% dari posisi bulan sebelumnya yang sebesar US$ 159,35 miliar. Kondisi perlambatan ekonomi tidak membuat korporasi melambat dalam berutang.
Ekonom Bank Central Asia David Sumual berpendapat, satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk meminimalisir risiko ULN adalah dengan hedging. Kondisi utang di tengah rupiah yang melemah berisiko terhadap besaran utang. Maka dari itu, porsi total hedging terhadap keseluruhan utang yang diwajibkan BI harus dinaikkan secara bertahap.
Sekadar gambaran saja, sebagai tahap awal untuk periode 1 Januari 2015 hingga 31 Desember 2015, korporasi non bank yang memiliki ULN dalam bentuk valuta asing (valas) terhadap rupiah wajib melakukan hedging dengan rasio sebesar 20%. Kemudian pada 1 Januari 2016 rasio hedging dinaikkan menjadi 25%.
Porsi hedging bagi korporasi yang pendapatannya dalam bentuk rupiah harus diperbesar. "Karena tidak ada natural hedging-nya. Persoalannya nanti ketika dia butuh dolar, borong membeli di pasar spot," terang David ketika dihubungi KONTAN, Rabu (17/12).
Ke depan, menurut David, dengan adanya kenaikan suku bunga Amerika maka ULN swasta berpotensi untuk menurun. Pasalnya, kenaikan suku bunga Amerika akan menjadi disinsentif bagi swasta untuk mengurangi pinjaman luar negeri. Namun tetap, yang utama adalah harus melakukan hedging meskipun ULN swasta akan berkurang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News